Yang dimaksud
dengan tindakan-tindakan Nabi adalah semua kebijakan-kebijakannya yang beliau
nyatakan yang berupa perkataan (qaul), perbuatan (fi’il) atau
ketetapan-ketepannya (taqrir).
Perlu dikemukakan di
sini bahwa memilih kata “tindakan (tasarruf)” dan tidak memilih kata “Sunnah”
karena kata “Sunnah” membutuhkan akurasi atau ketelitian mengingat pemaknaannya
sangat berfariasi di kalangan ulama. Kata “Sunnah” meliputi ucapan dan
perbuatan Nabi yang menyangkut aqidah sebagai antonim dari kata “bid’ah”, sebagaimana
halnya “Sunnah” berarti perilaku-perilaku Nabi yang bersifat praktis.[1] Dan dari perilaku-perilaku Nabi yang bersifat praktis itu ada
yang mengandung hukum-hukum agama yang harus diikuti dan ada pula yang tidak
perlu atau wajib diikuti seperti yang akan dikemukakan kemudian secara detail.
Karena pertimbangan
bahwa kata “Sunnah” memiliki multi makna seperti yang disebutkan tadi, maka
pemilihan kata “Tindakan” lebih akurat penggunaannya karena ia berarti semua
kebijakan-kebijakan yang bersumber dari Nabi yang berupa perkataan, perbuatan,
atau ketetapan baik itu untuk diikuti atau tidak, dan baik kebijakan atau
perilaku itu berkaitan dengan masalah keduniaan atau masalah keagamaan.
B. Beberapa Argumentasi tentang Keberagaman Tindakan Nabi
Hal penting yang
perlu dikemukakan lebih awal di sini adalah bahwa sesungguhnya perbincangan
atau perdebatan menyangkut keberagaman tindakan Nabi sudah mulai sejak
dulu. Di antara argumentasi
yang dapat mendukung asumsi ini adalah bahwa Imam Syafi’I (w. 204H) misalnya, mengemukakan
pendapat-pendapat ulama dalam masalah ini.[2] Sebagaimana halnya al-Khatib al-Bagdadi
(w.563H) dalam bukunya al-Faqih wa al-Mutafaqqih mengkhususkan bab khusus untuk
masalah ini dan diberi judul “MasalahSunnah Rasul yang tidak disinggung dalam Al-Qur’an apakah bersumber dari wahyu atau tidak”. Dalam bab itu, ia juga
mengemukakan perbedaan ulama tentang masalah itu.[3] Masalah ini pun tidak lepas dari perbincangan ulama-ulama
kalam dalam pembahasan-pembahasan aqidah seperti ketika mereka mendiskusikan
isu kemaksuman Nabi dan isu ijtihad Nabi.
Dalam konteks kontemporer isu
kontekstualisasi hadis mengemuka dengan sangat tajam yang kemudian melahirkan
perdebatan kontroversial di kalangan para penulis dan pemikir. Hasil pemantauan
menunjukkan bahwa kalangan mayoritas ilmuan Islam mengadopsi teori keberagaman
tindakan-tindakan Nabi dan tindakan-tindakan itu tidak bisa diposisikan pada
level yang sama. Dan berikut ini akan dikemukakan dalil atau argumentasi
legalitas teori ini.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar