Setelah kita ketahui pengertian “Ahlussunnah waljama’ah” dengan segala konsekwensinya, pertanyaan selanjutnya adalah; Benarkah semua aliran dan sekte dalam Islam itu masuk dalam kategori beraqidah “Ahlussunnah waljama’ah” sehingga mereka mengklaim diri mereka sebagi “aliran yang selamat”?
Kriteria apa yang dipakai dalam menilai sah atau tidaknya sebuah aliran memakai term “Aswaja”?Berikut ini dikemukakan argumen dari berbagai tokoh Religius dan Teolog Islam sebagai berikut:Menurut Abdul Qahir bin Thahir al-Baghdadi, delapan kelompok yang termasuk golongan Ahlussunnah waljama’ah yaitu:
1. Orang yang memahami secara pas masalah-masalah keesaan Tuhan, kenabian, hukum- hukum, janji dan ancaman, pahala dan ganjaran, syarat ijtihad, Imamah, dan pimpinan ummat, dengan mengikuti metodologi aliran as-Shifatiah (menetapkan sifat-sifat Tuhan) yang tidak terseret ke dalam faham antropomorfis (tasybih) dan ta’thil serta bid’ah kaum Syi’ah, Khawarij dan sederet golongan bid’ah lainnya.
2. Para tokoh Imam Mazhab Fiqh, baik dari ahlurra’yi maupun ahlul Hadits, yang menganut aliran al-Shifatiah dalam masalah teologi menyangkut Tuhan dan sifat-sifat yang azali, membersihkan diri dari faham Qadariah dan Mu’tazilah. Menetapkan adanya ru’yah (melihat Tuhan di hari kemudian), kebangkitan, pertanyaan kubur, telaga, jembatan, syafa’at dan pengampunan dosa selain syirik serta menetapkan kekekalan nikmat bagi ahli sorga dan kekelan siksa terhadap orang-orang kafir dalam neraka.
Disamping itu, ia mengakui kekhalifaan Abu Bakar, Umar, Usman dan Ali, dan tetap menghormati Salaf, menetapkan wajibnya shalat Jum’at di belakang para Imam yang tidak terkena bid’ah dan wajibnya menetapkan hukum dari Qur’an, Hadits dan Ijma’. Dan mengatakan sahnya menyapu dua khuf (sejenis sepatu), jatuhnya thalaq tiga, mengharamkan mut’ah, dan memandang wajib mentaati seorang pemimpin selama bukan maksiat.
3. Mereka yang ahli dalam melacak jalur-jalur Hadits dan Atsar dari Nabi, mampu membedakan antara yang shahih dan tidak, menguasai al-Jarhu wat-Ta’dil (sebab-sebab kebaikan dan kelemahan seorang perawi Hadits) dan tidak terlibat dalam perilaku bid’ah yang sesat.
4. Mereka yang ahli di bidang kesusasteraan, Nahwu Sharaf, dan mengikuti jejak pakar bahasa semisal al-Khalil, Abu ‘Amr bin al-’Ala, Sibawaihi, al-Farra’, al-Akhfasy, al-Ashma’i, al-Muzany, Abu Ubaid dan sederet tokoh-tokoh lainnya dari Kufah dan Bashrah, yang tidak tercampur ilmunya dengan bid’ah kaum Qadariah atau Rafidah atau Khawarij. 5. Mereka yang mengetahui aneka ragam qira’at Qur’an dan orientasi penafsirannya dan pena’wilannya sesuai dengan aliran Ahlussunnah waljama’ah tanpa terpengaruh kepada pena’wilan para pengikut hawa nafsu yang sesat.
6. Para Zuhhad Sufisme yang giat beramal dengan tulus ikhlas dan menyadari sepenuhnya bahwasanya baik pendengaran, penglihatan dan hati semuanya dipertanggungjawabkan di depan sang Khaliq yang takkan bisa lalai sebiji atom pun dari pandangannya. Olehnya itu, mereka giat beramal tanpa banyak bicara, konsisten dalam ketauhidan, menafikan tasybih serta menyerahkan diri sepenuhnya kepada Tuhan.
7. Mereka yang bertempat di pos-pos pertahanan kaum Muslimin untuk menjaga kemanan negara dari serangan musuh, menjaga kehormatan ummat Islam baik materil maupun moril dengan berupaya menumbuhkan di pos-pos pertahanan mereka aliran Ahlussunnah waljama’ah.
8. Semua negara yang di dalamnya dikuasai oleh syi’ar Ahlussunnah waljama’ah.25Dari apa yang telah dinukil di atas, jelas bahwa kedelapan bagian yang telah disebutkan al-Baghdadi sebagai golongan “Ahlussunnah waljama’ah” masih bersifat global, meski benang merah yang memisahkan antara Ahlussunnah dan Ahlul Bid’ah telah mulai nampak di permukaan.Abu Bakar bin al-’Araby dalam bukunya “Al-’Awashim min al-Qawashim” menyebutkan empat golongan yang termasuk dalam kategori penegak kebenaran dan pemelihara agama:
o Ahlul Hadits, yang senantiasa memelihara keorsinilan Hadits-hadits Rasulullah SAW.
o Para pakar Teolog yang senantiasa mengcounter segala tantangan dan serangan yang tertuju kepada agama Islam.
o Para tokoh Fuqaha yang senantiasa melicinkan jalan dan meletakkan dasar- dasar ibadah dan mu’amalah, serta membentangkan benang merah yang memisahkan antara yang halal dan haram dan sebagainya.
o Sufisme, yang selalu memfokuskan diri dalam pelaksanaan ibadah, mencabut diri dari khalayak ramai untuk melaksanakan kontemplasi dengan Tuhan.26
Selain pendapat yang disebutkan di atas, Ibnu Taimiah dalam mengeritik pendapat-pendapat kaum Syi’ah dan Qadariah menyebutkan bahwa; aliran “Ahlussunnah” terdiri dari tiga golongan, dengan sendirinya selain ketiga golongan tersebut bukan Ahlussunnah, yaitu: Ahlul Hadits, Imam-imam Mazhab Fiqh, dan Tokoh-tokoh Teolog dari aliran al-Itsbat (Ibnu Kullab, Asy’ari dan Baqillani dan sebagainya.27
Dari sekian pendapat yang telah disebutkan dapat ditarik sebuah konklusi bahwa; aliran Ahlussunnah waljama’ah bukan saja dalam bentuk teologi, tapi juga dalam bentuk Fiqh, Hadits dan Tasawuf. Dalam konteks ini disebutkan Aqidah Sunny, Hadits Sunny dan Tasawuf Sunny.
Aqidah Sunny dimaksudkan sebagai lawan dari Aqidah Bid’ah, Fiqh Sunny sebagai lawan dari Fiqh Syi’ah, Hadits Sunny sebagai lawan dari Hadits Palsu dan Tasawuf Sunny sebagai barometer dalam menilai penyelewangan-penyelewangan tokoh-tokoh Sufi yang ada dalam Islam. Maka dalam membicarakan aliran “Ahlussunnah waljama’ah” perlu kiranya diberikan pembatasan-pembatasan sesuai dengan aspek kajian yang kita maksudkan. Kalau tema sentral yang dipasang “Nuansa” edisi ini adalah: “Ahlussunnah waljama’ah; Analisa, Kritik dan Reaktualisasi” dan kepada penulis diberikan amanah untuk membahas “Pengaruh Teologi Asy’ari terhadap sejarah perkembangan faham Aswaja” maka ini berarti bahwa Aswaja yang dimaksud dalam tulisan ini adalah Aswaja dari aspek teologisnya.
Sebenarnya Aswaja dari aspek teologis, seperti yang diungkapkan Dr. Ahmad Mahmud Subhi dalam bukunya “Fi Ilmil Kalam” terdiri dari dua golongan: Pertama: Aliran Salaf. Aliran ini dikenal sejak Imam Ahmad bin Hambal kemudian aliran ini secara bersambung diwariskan sampai kepada Ibnu Taimiah dan mencapai puncak keemasannya. Kedua: Aliran Khalaf, dan yang termasuk di dalamnya adalah golongan as-Shifatiyyah serta al- Maturidiyyah.28
Tak pelak lagi, bahwa aliran Asy’ariah termasuk dalam kerangka aliran “Ahlussunnah waljama’ah” bahkan aliran ini telah memberikan andil besar terhadap perkembangan dan kemajuan teologi di abad modern ini. Dalam hal ini Prof. Dr. Mustafa Abdul Raziq mengatakan: “Adapun menyangkut kebangkitan teologi modern, adalah terjadinya sebuah persaingan ketat antara aliran Asy’ariah dan Ibnu Taimiah, sebagai konsekwensi logis dari persaingan tersebut, kita menyaksikan kemajuan pesat dalam penyebaran literatur-literatur Asy’ari begitu juga literatur Ibnu Taimiah bersama muridnya Ibnul Qayyim, dan aliran terakhir ini menyebut dirinya sebagai aliran Salafiah. Akan tetapi hingga kini, yang mendapat penganut dominan di negara-negara Islam masih tetap berada pada aliran Asy’ariah”.29
Tidak ada komentar:
Posting Komentar