Kamis, 16 Februari 2012

KESIMPULAN


Setelah penulis mengemukakan spesifik konsep mashlahah al-Thufi di atas, jelaslah bahwa:
1. Al-Thufi sama sekali tidak meninggalkan nash (Munqul) bila bertentangan dengan mashlahah (Ma’qul) seperti yang dibesar-besarkan oleh para pengeritiknya. Tetapi dilakukannya peng-kompromian lewat takhshish dan bayan

2. Lapangan mashlahah al-Thufi hanyalah bidang mua’malat dan adat, bukanlah bidang muqaddarat (yang sudah jelas dan tegas pengaturannya dalam nash, semisal ketentuan hak mawaris  bai anak laki-laki dua kali lipat dari anak perempuan, seperti yang difatwakan sebagian orang dan lain-lain) juga bukan masalah-masalah ibadah yang sudah jelas status hukumnya.
3. Keritikan yang dilontarkan oleh sebagian ulama seangkatan dan sesudahnya adalah berkisar pada dasar keempat teori Mashlahat-nya, “Mashlahat merupakan dalil syara’ yang paling kuat”. Ini dipahami oleh mereka, bahwa Thufi mendahulukan mashlahat atas nash dan ijma’ tanpa suatu pra-syarat tertentu.
4. Bagaimanapun juga, Kehadiran Thufi dalam dunia Ushul Fiqhi, memberikan corak tersendiri yang berbeda dengan kebanyakan Ulama-sebelum dan sesudahnya. Ini berarti bahwa, Thufi adalah sosok pembantu dalam kajian Ushul fiqhi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

PENULIS BUKU KEKERASAN ATAS NAMA AGAMA

H. HAMZAH HARUN AL-RASYID. Lahir 30 juli 1962. Alumni Universiti Kebangsaan Malaysia (UKM) ini memperoleh gelar: • Sarjana Muda (BA) 1987,...