Senin, 15 Januari 2018

Konflik Poso di Sulawesi Tengah; dari Konflik Komunal ke Lahirnya Militan Muslim

HAMZAH HARUN AL RASYID, M.A & SAPRILLAH
Kekerasan atasnama agama di Sulawesi Tengah sangat identik dengan konflik Poso. Semua pembacaan radikalisme agama mengarah ke Poso sebagai titik sentralnya dan rangkaian kekerasan yang terjadi berkaitan dengan Poso. Masih bertahannya Santoso dan MIT (Mujahidin Indonesia Timur)- nya membuat seluruh
kekerasan dari milisi sipil dikaitkan dengan gerakan Santoso. Di luar itu, kita tidak menemukan kekerasan atas nama agama. FPI memang ada tetapi mereka tidak segarang dengan FPI di kota lain. FPI di Palu merekrut pemuda-pemuda Al-Khaerat dan karenanya diyakini tidak akan melakukan tindakan-tindakan yang brutal.
Konflik Poso merupakan peristiwa mengerikan yang pernah terjadi di Sulawesi Tengah. Tidak pernah ada yang membayangkan peristiwa seperti itu akan terjadi. Sulawesi Tengah sendiri tidak punya sejarah kekerasan komunal. Ikatan nilai sintuwu maroso benar-benar menjadi jembatan nilai yang menghubungkan seluruh elemen sosial dalam bingkai yang harmonis. Sebelum konflik, Poso dianggap sebagai wilayah yang menyenangkan, damai, dengan panorama alam yang sangat menawan. Citra itu tiba-tiba berubah ketika terjadi konflik komunal di tahun 1998. Konflik yang bermula dari pertikaian dua orang berbeda identitas keagamaan tiba-tiba meledak menjadi rusuh sosial. Eskalasinya berubah menjadi konflik agama, Islam dan Kristen.
Puncak konflik Poso terjadi pada tahun 2000. Ada ribuan orang meninggal dunia dari kedua belah pihak. Konflik ini menjadi semakin massif karena melibatkan milisi dari dua kelompok agama. Milisi Islam seperti kelompok lasykar jihad dan milisi Kristen yang dipimpin oleh Tibo cs menjadi aktor yang mengobarkan semangat perjuangan antar kelompok. Kehadiran ‘orang luar’ dari dua entitas agama inilah yang menyebabkan konflik Poso menjadi berlarut-larut. Kedatangan lasykar Jihad ke Poso dilandasi oleh semangat solidaritas sesama muslim. Mereka memandang bahwa konflik Poso adalah konflik agama, sebagaimana petikan tulisan di bawah ini:
Dari berbagai bukti dan kesaksian sudah saatnya untuk tidak lagi menutupi kasus di Poso sebagai kasus yang kental beraroma agama. Sejujurnya nurani kita akan mengatakan, bahwa prahara di Poso telah menyeret masyarakat ke dalam dua kutub: Islam vs Kristen. Tak hanya masyarakat sipil, kalangan aparat pun terseret pula dalam konflik ini. Kecurigaan terhadap keterlibatan oknum aparat Kodim Poso dalam pembantaian di Kilo Sembilan dan rumor delapan anggota Kostrad beragama Kristen yang desersi dengan membawa senjata organiknya, mengindikasikan betapa kasus ini merupakan pertentangan dua kelompok umat beragama.
Menutupi kasus ini sebagai bukan konflik agama, berarti berupaya membodohi masyarakat dan coba mengelabui masyarakat yang secara langsung tertimpa konflik tersebut. Selain itu, tidak terbukanya beberapa kalangan untuk mengatakan bahwa konflik di Poso adalah konflik agama, menunjukkan betapa paradigma lama masih kental menggayuti benak pihak-pihak tertentu. Ini tentu akan lebih menyulitkan untuk mencari akar masalah sebenarnya dan mencari solusi yang tepat bagi penyelesaian konflik itu sendiri.
Tepat apa yang dikatakan Wakil Ketua DPRD Tk. I Sulteng dari Fraksi TNI/Polri, Kolonel (inf) Muchlis Agung, Msi., bahwa konflik Poso adalah konflik agama. Pernyataan yang disampaikan pada saat dengar pendapat antara pihak pemerintah daerah dengan anggota dewan, Senin (16/7/2001), merupakan pernyataan jujur yang selaras tarikan nafas masyarakat. Bisa saja sebagian orang berpendapat bahwa peristiwa Poso lantaran dipicu oleh berbagai sebab. Entah diawali oleh pertentangan dua anak muda. Gara-gara obeng kemudian terjadi peristiwa yang tak diinginkan. Boleh juga dikatakan awal konflik ini disebabkan kecemburuan pihak tertentu karena tak mendapat jatah kursi jabatan di tingkat pemerintah daerah.Sekali lagi, itu hanya percikan atau pemicu awal. Adapun sebab laten yang selama ini mengintai masyarakat Kabupaten Poso, bahkan masyarakat di kabupaten lainnya di Indonesia ini, tak pernah dicermati. Penyebab laten itu adalah sikap ambisi dari kalangan misionaris untuk melakukan pemurtadan terhadap umat Islam. Di beberapa wilayah proses kristenisasi itu masih dalam taraf pendekatan sosio-kultural, tanpa kekerasan fisik (termasuk dalam proses in adalah menguasai potensi-potensi birokrasi di daerah). Tapi dalam batas tertentu di daerah yang telah dianggap kuat, proses kristenisasi itu berlangsung secara fisik. (Ayip Syafruddin, 2001; Mengapa Lasykar Jihad datang ke Poso?).
Lasykar Jihad melalui petikan tulisan Ayip Syafruddin (Wakil Panglima Lasykar Jihad) diatas- dengan jelas membangun konstruksi perang agama dan kristenisasi sebagai pembenaran kehadiran mereka di Poso. Fakta yang terjadi memang menunjukkan adanya pola yang sangat jelas, bahwa yang sedang bermusuhan adalah dua entitas kelompok agama yang berbeda, Islam dan Kristen. Pola ini digunakan oleh Lasykar Jihad untuk “membenarkan” kehadiran mereka di Poso. Lasykar Jihad mengabaikan analisis non-religius dalam melihat konflik Poso.5 Bahkan mereka mengkritik
5 Lasykar Jihad bukan satu-satunya milisi sipil muslim yang bergerak di Poso. Ada beberapa group milisi sipil muslim lain seperti Lasykar Mujahidin, yang juga terlibat dalam konflik Ambon. Mereka membentuk beberapa faksi seperti Lasykar Jundullah, Lasykar Hizbullah, dan Front Perjuangan Umat Islam Poso. Mereka berhasil merekrut anak muda Poso sebagai jihadis. Sisa-sisa
wacana yang menghindarkan konflik Poso dari pembacaan konflik agama. Mengapa? Tentu saja karena Lasykar Jihad memiliki agenda keislaman yang lebih ketat dibandingkan agenda nasional. Mereka membutuhkan legitimasi wacana untuk membenarkan kehadiran mereka.
Padahal, membaca kasus Poso tidak sesederhana yang dibayangkan oleh lasykar Jihad. Konflik Poso muncul dari percampuran antara pengaturan ekonomi, politik, dan agama yang gagal. Disparitas ekonomi dan politik menjadi latar utama dan identitas agama adalah panggungnya. Tentu saja konflik agama tidak bisa diabaikan begitu saja. Bagaimana pun juga, setting konflik ini terdesaian dalam pola agama dan juga demografis, lokal dan pendatang. Tetapi kehadiran para milisi sipil baik dari Islam maupun Kristen membuat konflik Poso terlihat sebagai perang agama belaka.
Bisa dikatakan, kehadiran para milisi sipil ini yang membuat eskalasi konflik semakin meluas. Tentu bukan hanya dari sisi umat Islam, milisi sipil yang muncul dari Kristen seperti Barigade Manguni jelas berangkat dari perspektif yang sama. Mereka orang luar yang memahami dan mereduksi konflik komunal ke dalam satu perspektif saja, agama! Mereka datang untuk membela sesamanya dan membunuh orang
kelompok ini sekarang menjadi bagian dari MIT-nya Santoso. Sedangkan dari pihak Kristen, selain Barigade Manguni ada pula milisi sipil yang dikenal dengan nama Lasykar Kristus yang terbagi dalam pasukan macan dn pasukan kelelawar. Ada juga Ansimar (Anak Muda Sintuwu Maroso).
pendeta menjadi sasaran simbolik untuk ‘memelihara’ dan membenarkan perspektif mereka tentang perang agama ini. yang dianggap berbeda. Pesantren, masjid, kyai, gereja,
Efek buruk dari konflik Poso hingga saat ini adalah tetap lestarinya milisi sipil khususnya dari kalangan Islam dengan munculnya MIT (Mujahidin Indonesia Timur) pimpinan Santoso. Siapa Santoso? Ada dua versi yang ditemukan. Salah satu sumber menyebutkan kalau Santoso adalah orang Poso. Dulu bekerja sebagai penjual buku-buku agama di Poso. Ia adalah salah seorang rekrutan milisi sipil yang ada di Poso yang dikenal dengan istilah ‘anak bebek’. Ketika Poso masih membara ada ratusan remaja muslim Poso yang menjadi ‘anak bebek’. Mereka bergabung dengan milisi sipil dengan berbagai motif. Motif yang terbesar adalah balas dendam karena kerabat mereka terbunuh dalam tragedi Poso. Ada juga karena terdesak oleh keadaan dan tidak bisa menghindar dari konflik.6 Santoso menghilang beberapa tahun kemudian muncul dan menjadikan penembakan polisi di depan Kantor BCA tahun 2011 di Palu sebagai percobaan pertama. Sejak
6 Salah seorang mantan pelaku konflik Poso, Rafiq Syamsuddin mengakui kalau dia menjadi milisi sipil karena terdesak oleh kondisi. Dia tidak punya pilihan lain selain ikut berjuang bersama lasykar yang ada. Saat itu, dia menjadi perakit bom. Setelah keluar dari penjara tahun 2006, dia menginisiasi pembentukan Radio perdamaian yang dikenal dengan nama Radio Matahari (dikutip dari jppn.com).
itulah, Santoso menjadi buron pihak kepolisian (wawancara dengan RS, seorang wartawan media nasional).
Sumber lain menyebutkan kalau Santoso adalah orang Jawa yang merupakan generasi pertama dari jaringan kelompok lama dari sel Abu Umar dan Noordin M. Top. Peranannya dalam jaring kelompok teroris adalah sebagai pemimpin dan instruktur dalam pelatihan paramiliter di beberapa daerah, termasuk pelatihan kelompok Farhan di jalur pendakian Gunung Merbabu Jawa Tengah. Saat ini MIT merupakan sentral dari gerakan jaringan kelompok teroris di Indonesia. Hampir semua gerakan teroris merupakan jaringan pendukung MIT. Selain di Poso jaringan MIT tersebar di Jawa, Sumatera dan NTB, sehingga menjadikan MIT sebagai pengganti pemegang kendali perjuangan yang sebelumnya didominasi jaringan Solo (Fajar Purwadidada, 2014).
MIT adalah anak kandung dari konflik Poso. Spirit konflik Poso menyebabkan wilayah ini dijadikan sebagai sentral perjuangan kaum jihadis pasca konflik komunal. Santoso yang sebelumnya bukan siapa-siapa berhasil mengkonsolidasi perjuangan kaum jihadis untuk tetap melakukan perlawanan khususnya kepada Densus 88. Setelah beberapa gembong konflik dari dua pihak sudah ditangkap dan diadili, konflik Poso mulai mereda. Konflik komunal pelan-pelan menurun. Tetapi, hal itu tidak menyurutkan semangat jihadis dari MIT untuk tetap eksis. Hutan Poso yang lebat menjadi tempat yang sangat tepat untuk melakukan taktik gerilya. Sesekali keluar melakukan teror lalu berlari ke hutan untuk berlindung. Seperti yang ditulis oleh Fajar Purwadidada (2014):
Sejarah konflik komunal menjadikan Poso sebagai tempat strategis bagi para teroris untuk mengembangkan jaringannya. Perkembangan teroris di kota Poso sangat besar karena didukung oleh berbagai macam komponen sehingga jaringan teroris di Poso ini semakin lama semakin kuat. Poso di jadikan pusat gerakan karena memiliki medan yang sangat mendukung untuk dijadikan tempat pelatihan. Banyak wilayah pegunungan, lembah dan hutan yang strategis untuk latihan dan persembunyian. Poso dijadikan sebagai “tanah suci” atau “tanah jihad” bagi kelompok teroris. Anggota teroris belum dikatakan berjihad kalau belum menginjakkan kakinya di tanah Poso. Keberadaan mereka di Poso dapat bertahan lama sejak dari konflik hingga kini. Pada masa konflik umat Muslim banyak dibantu oleh pejuang Muslim (Mujahidin) yang berasal dari luar untuk memerangi musuh mereka (Nasrani). Kemudian pejuang Muslim yang berasal dari wilayah luar Poso tersebut dianggap sebagai pahlawan oleh para kelompok Muslim di Poso. Hal itu yang dimanfaatkan oleh para teroris untuk menjadikan Poso sebagai “tanah suci” atau tanah idaman mereka dalam melakukan doktrin jihad. Selain itu di Poso masih banyak senior-senior jihadis yang dianggap memiliki pengalaman-pengalaman, seperti merakit bom dan membuat senjata.
MIT menjadikan pihak kepolisian –khususnya Densus 88- sebagai musuh utama. Biasanya teror yang mereka lakukan berkaitan dengan penangkapan atau pembunuhan anggota kelompok mereka oleh Densus 88. Pembunuhan Fadli misalnya sebagai bentuk balas dendam terhadap kematian dua orang rekan mereka sebelumnya. Fadli dianggap sebagai orang yang mensuplai informasi kepada Densus 88 sehingga dua orang anggota MIT itu tertembak.
Genderang perang terhadap Densus 88 sudah mulai dikumandangkan oleh Santoso sejak tahun 2013. Diawali dari kematian seorang anggota MIT yang bernama Nrudin di Poso pada bulan Juli 2013. Melalui video yang diunggah di You Tube, Santoso dengan terang benderang menantang Densus 88 dan mengobarkan semangat perlawanan terhadap Densus. Pesan itu berbunyi:
Antum (kalian) tidak perlu ragu ketika menghadapi Densus 88. Antum harus semangat... Antum telah merasakan bagaimana jahatnya Densus 88 kepada umatnya. Antum tahu Densus 88 membantai saudara-saudara kita di Sulawesi”.
Memang, ada sisi baik dari konflik antara MIT-Densus 88. Masyarakat umum tidak lagi mudah terjebak dalam konflik komunal. Seluruh gerakan teror yang dilakukan oleh MIT tidak berhasil memancing reaksi publik karena publik sadar kalau MIT sedang membidik Densus 88. Artinya, sudah terjadi pergeseran wacana konflik. Masyarakat umum Poso baik Islam maupun Kristen tidak mudah lagi terjebak dalam upaya ‘memancing konflik’ yang dilakukan oleh kelompok MIT.
Akan tetapi kehadiran Santoso dan MIT-nya akan membuat suasana terus menerus dalam situasi yang tidak kondusif, dan pada titik tertentu mudah memancing konflik baru. Gerakan bawah tanah terorisme pimpinan Santoso atau MIT (Mujahidin Indonesia Timur) yang sewaktu-waktu muncul dan ‘menggoda’ ketahanan kultural masyarakat Sulawesi Tengah. Kampanye Santoso yang memberi efek kejut dengan menyerang pos polisi secara gradual terjadi sejak tahun 2011 sampai Oktober 2014. Para pelaku kekerasan bersenjata di Poso masih muncul. Misalnya pembunuhan seorang petani bernama Fadli di Poso di halaman rumahnya dilakukan oleh sekelompok orang bersenjata api laras panjang dan berbaju loreng dengan cara yang sadis, dengan kepala yang hampir putus karena digorok. Kelompok MIT mengakui aksi pembunuhan terhadap Fadli adalah bagian dari “kerja” mereka. Fadli dibunuh sebagai aksi balasan atas terbunuhnya rekan mereka Akhi Fani dan Akhi Handzollah Abu Ayman oleh Densus 88. Fadli menjadi sasaran mereka karena Fadli adalah informan Densus 88.7 Dalam rilis sebuah situs internet, pihak MIT menyatakan:
7 Sekelumit fakta penting publik perlu tahu; Fadli, Handzalah(Hendro) dan Fani plus Evan (Ipar dari Fadli) adalah satu grup. Pada awalnya mereka dalam lingkaran MIT, dan Fani seorang tukang kayu yang tinggalnya di lorong jati tewas bersama Hendro (Handzalah) saat kontak penggrebekan yang dilakukan oleh Densus 88 di Taunca Poso beberapa bulan lalu. Peran Fani adalah kurir, berbeda dengan Handzalah yang berperan ganda sebagai kurir dan menangangi urusan propaganda (IT). Berbeda nasibnya dengan Fadli, Evan sampai kini lenyap tanpa jejak disinyalir ada yang mengamankan. Tapi tidak untuk Fadli, ia sempat ditangkap oleh Densus-88 kemudian dilepas dan disinyalir dijadikan sebagai “panah” pihak Densus-88 dengan sejumlah kompensasi (uang). Dari hasil penggalangan terhadap Fadli inilah pihak Bersama pernyataan ini, kami menyampaikan bahwa kami telah menyembelih seorang warga desa Padang Lembara, yaitu Fadli dengan izin Allah. Dikarenakan perbuatan kafirnya yaitu memberikan informasi yang mengarahkan Densus 88 laknatullah ‘alaihim pada penyerangan terhadap Ikhwah kami. Yang menyebabkan terbunuhnya dua Ikhwah diantara Mujahid terbaik yang dimiliki ummat ini, Akhi Fani dan Akhi Handzolah Abu Ayman, taqabbalahumaallah.
Agar menjadi peringatan pada setiap penduduk dan masyarakat yang mengaku sipil. Agar menjadi peringatan pada setiap agen-agen penjahat yang mengaku muslim. Agar menjadi peringatan pada setiap orang yang memilih bergabung bersama barisan Densus 88 laknatullah ‘alaihim. Bahwa darah saudara kami tidak akan mengalir sia-sia.
Kepada masyarakat yang selama ini telah terlibat aktif membantu Densus 88 laknatullah’alaihim dalam memerangi kami, baik dengan memberikan informasi, menjadi penunjuk jalan mereka, menyebarkan issu, dan segala bentuk kerjasama lainnya, kami himbau dan peringatkan dengan tegas agar bertaubat dan berhenti dari kemurtadan tersebut.
Sesungguhnya mereka (Densus 88) pasti menawarkan kepada kalian imbalan harta dunia, sekeping harta dunia, maka fikirkanlah baik baik sebelum menerimanya. Fikirkanlah anak
Densus-88 bisa menjejak posisi Hendro dan Fani saat di Taucan Poso. Inilah alasan utama kenapa Fadli jadi target kelompok MIT dibawah komandan Santoso dan supervisernya Daeng Koro (disertir Kostrad). Fadli dicap sebagai pengkhianat dan bekerja untuk aparat Densus-88. – dikutip dari makalah Harits Abu Ulya, IS-ISIS dan Terorisme menyandera Poso (Arrahmah. Com, diakses tanggal 06 Oktober 2014).istrikalian yang akan menjanda, fikirkanlah kebun kalian yang akan terbengkalai dan yang terpenting fikirkanlah ancaman Allah di NerakaJahannam selamanya. Karena kami akan datang untuk menyembelih kalian, menyembelih kalian!!!!!
anak kalian yang akan terlantar menjadi yatim, fikirkanlah istri Peperangan ini masih antara kami dengan ujung tombak Pemerintah Murtad Densus 88 laknatullah ‘alaihim. Maka menjauhlah dan hendaknya setiap orang yang tidak terlibat tidak perlu melibatkan diri.
Semoga peringatan ini dapat dimengerti oleh setiap orang dan sesungguhnya peringatan itu bermanfaat bagi orang orang yang mau berfikir.
Wassalamu’alaikum Wa Rahmatullah Wa Barakatuh
Camp Handzalah AsSyahid
Padang Lembara, 19 sepetember 2014
(Dikutip dari Arrahmah.com, Jumat 19 September 2014).
Kehadiran MIT yang secara terang benderang melakukan ‘perang’ terbuka dengan Densus 88 menjadikan Poso dan Sulawesi Tengah secara umum selalu berpotensi konflik. Masa depan perdamaian yang diimpikan sebagian besar masyarakat Poso akan selalu terganggu dengan konflik ‘permanen’ antara MIT dan Densus 88. Artinya, dengan masih adanya kelompok MIT, Poso akan selalu masuk dalam ancaman konflik. Ketidakmampuan pihak kepolisian dalam hal ini Densus 88 membekuk Santoso dan melumpuhkan gerakan MIT menjadi faktor penting bagi masa depan gerakan terorisme di sana.

Kematian Santoso menjadi titik baru gerakan radikalisme agama di Sulawesi Tengah. Keberhasilan Pasukan gabungan TNI-POLRI dalam melumpuhkan gerakan gerilya Santoso dengan pasukan MIT (Majelis Indonesia Timur) menjadi harapan atas mengikisnya gerakan terorisme di Sulawesi Tengah. Memang, harus diakui bahwa tidak semua anggota pasukan Santoso tertangkap atau menyerah. Artinya, bibit gerakan MIT belum sepenuhnya bisa dikatakan habis. Namun, melihat lemahnya kekuatan pasukan MIT pasca kematian Santoso bisa dikatakan kekuatan gerakan ini sudah tidak lagi mengkhawatirkan. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

PENULIS BUKU KEKERASAN ATAS NAMA AGAMA

H. HAMZAH HARUN AL-RASYID. Lahir 30 juli 1962. Alumni Universiti Kebangsaan Malaysia (UKM) ini memperoleh gelar: • Sarjana Muda (BA) 1987,...