Salah
satu karakteristik pendidikan Islam ialah paradigmanya yang tidak hanya
memandang manusia sebagai objek pendidikan tapi juga sebagai pelaku pendidikan.
Dengan
kata lain kita dapat mengatakan
bahwa Manusia adalah makhluk pedagogik yang
diciptakan oleh Allah swt. Dengan membawa potensi dapat dididik dan mendidik.
Potensi ini pulalah yang kemudian mengantar manusia mendapat kepercayaan atau
amanah sebagai khalifah.
Potensi yang dimiliki
setiap insan untuk mencari atau menemukan kebenaran melalui proses belajar
mengajar itu berarti bahwa manusia memerlukan
pendidikan, juga berarti
bahwa setiap orang berpotensi untuk dididik dan mendidik. Teori nativis dan empiris
yang ditemukan oleh Kerschenteiner dengan teori konvergensinya, telah
membuktikan bahwa manusia itu adalah makhluk yang dapat didik dan mendidik.[1]
Manusia sebagai makhluk
yang dapat dididik dan mendidik (homo- educadum) diimplementasikan dalam
kegiatan pendidikan yang didalamnya terdapat pendidik dan peserta didik sebagai
obyek utama pendidikan. Peserta didik dalam perspektif pendidikan sering
disebut sebagai manusia yang belum dewasa, maka ia memerlukan pertolongan dari
orang lain yang dianggap dewasa.
Anak didik adalah salah
satu bagian yang terpenting dalam proses pendidikan. Hal tersebut mengingat,
fokus utama proses pendidikan adalah pembentukan anak didik menjadi manusia- manusia
baru. Menjadikannya menyadari tentang potensi-potensi kemanusiaan yang dimiliki,
dan menggunakan potensinya itu sesuai dengan norma budaya dan agama yang
dianutnya.
Pada tahap kelanjutan
pendidikan anak didik diharapkan menyadari eksistensinya sebagai manusia atau
lebih tepatnya sebagai hamba yang harus mengenal penciptanya dan tunduk
kepadaNya. Fitrah atau potensi yang dimiliki setiap manusia akan mengantarkan pada
hakikat dari tujuan hidupnya yang bermuara pada penemuan jati dirinya. Dengan
demikian dapat dikatakan bahwa terminal akhir dari proses pendidikan adalah
menjadikan peserta didik sebagai manusia yang memiliki bekal ilmu, iman, dan
amal.
Keharusan anak dalam
mendapatkan pendidikan didasari atas fitrah anak sebagai manusia yang memiliki
kecenderungan kepada pencarian pada hal-hal yang positif (hanif) oleh karena pendidikan
harus memiliki tugas mengembangkan potensi itu sehingga diharapkan dapat
menemukan kebenaran hakiki dan universal. Sedang pendidik adalah mereka yang dkategorikan sebagai orang dewasa
yang bertanggung jawab memberi pertolongan
kepada pesrta didik dalam arti membantunya dalam mengembangkan potensi atau
fitrahnya dalam menemukan kebenaran dan mencapai tingkat kedewasaan.
Berangkat dari sebuah
tanggung jawab dalam menjalankan amanah sebagai pendidik merupakan bukti nyata dari
tugas kekhalifahan. Amanah ini harus diterjemahkan secara mendalam mengingat
potensi yang dianugrahkan kepada manusia mencakup semua aspek pencapaian secara
paripurna. Manusia yang lahir tanpa
mengetahui apa-apa selain dari fitrah yang mendasarinya menjadi tahu tidak berjalan
secara instan tetapi melalui proses pendidikan. Proses pendidikan akan
melahirkan setiap generasi pelanjut dalam menyambung tugas kekhalifaan.
Dengan dasar ini,
manusia wajib mewariskan ilmu pengetahuan yang dimiliki melalui kegiatan
pendidikan. Kewajiban orang tua dalam hal pendidikan menjadi hal yang sangat
esensi bagi kehidupan anak didik, peranan orang tua sebagai pendidik akan
menentukan perjalanan anak didiknya dalam menemukan dan mengembangkan potensi
yang dimilikinya. Hal ini sejalan dengan perkataan Rasulullah bahwa setiap anak
yang lahir dalam keadaan fitrah, tegantung kepada kedua orang tuanya apa anak
mau diarahkan ke Yahudi, Nasrani, atau Majusi. Hal ini memberi makna bahwa
orang tua selaku pendidik memiliki tanggung jawab yang besar dalam membimbing, mengarahkan,
dan menemukan jati diri setiap anak
didiknya.
Dalam hal fungsi dan
peranan guru sebagai penyusun skenario
pendidikan dapat ditinjau dari dua alasan utama; Pertama,
Transmisi pengetahuan dan kecakapan, bersumber dari pendidik. Untuk pelaksanaannya, pengetahuan pendidik tentang konten
dan materi harus lebih dari cukup begitu pula tekhnik penyampaiannya. Kedua
Pengembangan kemampuan berfikir kritis pada subjek didik juga bersumber dari pendidik.
Selanjutnya nasehat Lukman pada putranya
yang diabadikan dalam al Qur’an menjelaskan fungsi pendidik dalam mengarahkan
tujuan hidup peserta didik sesuai dengan fitrahnya. [2]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar