Tujuan pendidikasn
Islam adalah untuk memanusiakan manusia. Hal ini didasari pada kesadaran adanya
kecenderungan kebaikan dan potensi yang ada dalam diri manusia yang dalam
bahasa agama disebut
fitrah. Fitrah merupakan istilah bahasa arab yang berarti
asal kejadian manusia, kesucian dan
agama yang benar.[1] Fitrah manusia atau asal kejadiannya
sebagaimana diciptakan Allah swt, menurut ajaran Islam, adalah bebas dari noda
dan dosa seperti bayi yang baru lahir dari perut ibunya.
Ditinjau dari segi
bahasa, fitrah berarti ciptaan, sifat tertentu
yang mana setiap yang maujud disifati dengannya pada masa awal penciptaannya,
sifat pembawaan manusia (yang ada sejak lahir), agama, as sunnah.[2]
Dari satu sisi, aliran
konvergensi dekat dengan konsep fitrah walaupun tidak sama karena perbedaan paradigmanya.
Adapun kedekatannya: Pertama, Islam menegaskan bahwa manusia mempunyai
bakat-bakat bawaan atau keturunan, meskipun semua itu merupakan potensi yang
mengandung berbagai kemungkinan, Kedua, oleh karena masih merupakan potensi
maka fitrah itu belum berarti bagi kehidupan manusia sebelum dikembangkan, didayagunakan
dan diaktualisasikan. Namun demikian, dalam Islam, faktor keturunan tidaklah
merupakan sesuatu yang kaku sehingga tidak dapat dipengaruhi. Ia bahkan dapat
dilenturkan dalam batas tertentu. Alat untuk melentur dan mengubahnya ialah lingkungan
dengan segala anasirnya. Karenanya, lingkungan sekitar ialah aspek pendidikan
yang penting. Ini berarti bahwa fitrah tidak berarti kosong atau bersih seperti
teori tabula rasa tetapi merupakan pola dasar yang dilengkapi dengan berbagai
sumber daya manusia yang potensial. Al Ragib al Asfahani, ketika menjelaskan
makna fitrah dari segi bahasa, dia mengungkapkan kalimat” Fatara Allah al khalk”
yang maksudnya Allah mewujudkan sesuatu dan menciptakannya wujud kemampuan
untuk melakukan perbuatan-perbuatan.[3] Sedangkan
maksud firman Allah, sebagaimana dalam al-Qur an surah al-Rum ayat 30 adalah
suatu kekuatan atau daya untuk mengenal dan mengakui Allah (keimanan kepadanya)
yang menetap atau menancap didalam diri manusia. Dengan demikian, maka fitrah
Adalah suatu kekuatan atau kemampuan (potensi terpendam) yang menetap dan menancap
pada diri manusia sejak awal kejadiaanya, untuk komited terhadap nilai-nilai
keimanan kepada-Nya, cenderung kepada kebenaran (hanif), dan potensi itu merupakan
ciptaan Allah swt.
Menurut Hasan
Langulung, ketika Allah menghembuskan ruh pada diri manusia (pada proses kejadian
manusia secara non fisik/immateri) maka pada masa itu pula manusia (dalam
bentuknya yang sempurna) mempunyai sebagian sifat-sifat ketuhanan sebagaimana
yang terkandung dalam Asmaul Husna, hanya saja kalau Allah serba Maha, sedang
manusia hanya diberi sebagiaanya. Sebagian sifat-sifat ketuhanan yang menancap
pada diri manusia dan dibawanya sejak lahir, itulah yang disebut fitrah.[4]
Sebagian sifat-sifat ketuhanan (potensi/fitrah) itu mesti ditumbuh kembangkan
secara terpadu
oleh manusia dan diamalkan dalam kehidupan sehari-hari, baik dalam
kehidupan individu maupun kehidupan sosial, karena kemuliaan seseorang disisi
Allah lebih ditentukan oleh kualitas
hidup dalam mengembangkan sifat-sifat ketuhanan tersebut yang ada pada dirinya,
bukan dilihat dari aspek fisik dan jasmani. Islam sangat menentang faham materialisme,
faham atau pandangan yang berlebi-lebihan dalam mencintai materi karena
pandangan semacam itu akan merusak bagi pengembangan sifat-sifat ketuhanan
(fitrah manusia) tersebut
serta dapat menghalangi kemampuan seseorang dalam menangkap kebenaran Ilahiyah
yang bersifat immateri.
Pemahaman tentang fitrah manusia,
sangat mendasar bila dikaji dari ajaran agama Islam sebagaimana yang ditunjukkan
dalam al-Qur’an dan al-Sunnah, karena didalam al-Qur’an surah al- Rum ayat 30
dinyatakan bahwa agama Islam sangat sesuai dengan fitrah manusia. Ajaran Islam
yang mesti dipatuhi oleh manusia itu penuh dengan nilai-nilai ilahiyah yang
universal dan manusiawi yang patut dikembangkan dalam berbagai aspek kehidupan
manusia. Bahkan segala perintah dan larangan pun erat hubungannya dengan fitrah
manusia.
Fitrah dalam arti kesucian terdapat dalam hadis yang
menyebutkan bahwa setiap anak yang lahir dalam keadaan suci, dan bayi tersebut
dapat dijadikan Yahudi, Nasrani atau Majusi hal ini dijelaskan dalam hadis
Rasulullah saw yang berbunyi:
ما
من مولود إلا يولد على الفطرة فأبواه يهودانه أو ينصرانه أو يمجسانه.
Artinnya:
Setiap kelahiran
(anak yang lahir) berada dalam keadaan fitrah, maka kedua orang tuanya yang mempengaruhi anak itu
menjadi Yahudi, Nasrani, atau Majuzi. (H.R. Ahmad).[5]
Fitrah dalam pengertian
ini, tidak berarti kosong atau bersih seperti teori tabula rasa, tetapi merupakan pola dasar yang mesti
dilengkapi dengan berbagai sumber daya insani yang potensial. Karena ia masih merupakan potensi, maka
fitrah itu belum
berarti apa-apa bagi kehidupannya sebelum dikembangkan, didayagunakan dan
diaktualisasikan.
Firman Allah dalam al-Nahl ayat 78:
وَاللَّهُ
أَخْرَجَكُمْ مِنْ بُطُونِ أُمَّهَاتِكُمْ لا تَعْلَمُونَ شَيْئًا وَجَعَلَ لَكُمُ
السَّمْعَ وَالأَبْصَارَ وَالأَفْئِدَةَ لَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ
Terjemahnya:
“ Dan Allah
mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan tidak mengetahui sesuatupun,
dan dia memberi kamu pendengaran, penglihatan dan hati, agar kamu bersyukur.”[6]
Agar manusia dapat mensyukuri nikmat
dan anugerah Allah, dalam arti
menggunakannya dengan cara yang sebaik-baiknya, maka manusia memerlukan bantuan
dari luar dirinya yaitu pengaruh lingkungan
yang bersifat positif, konstruktif, dan mendidik. Jadi jelas bahwa fitrah dan
sumber daya insani serta bakat-bakat bawaan, suasana lingkungan, termasuk pendidikan, pempunyai
keberkesanan yang sangat menentukan bagi perkembangan dan prosses pembentukan kepribadian
manusia.[7]
Bila dicermati secara mendalam maka fitrah manusia itu banyak macamnya
antara lain; 1). Fitrah beragama, fitrah ini merupakan potensi bawaan yang mendorong
manusia untuk selalu pasra, tunduk dan patuh kepada Tuhan yang menguasai dan
mengatur segalah aspek kehidupan manusia. 2). Ftrah berarti berakal budi,
fitrah ini merupakan potensi bawaan yang mendorong manusia untuk berfikir dan
berzikir dalam memahami tanda-tanda keagungan Tuhan yang ada di alam semesta, berkreasi
dan berbudaya, serta memahami persoalan
dan tantangan hidup yang dihadapinya dan berusaha memecahkannya.3). Fitrah
kebersihan dan kesucian.4). Fitrah berakhlak. 5). Fitrah kebenaran. 6). Fitrah
kemerdekaan.7). Fitrah keadilan. 8). Fitrah kebersamaan dan persatuan. 9).Fitrah
individu.10.Fitrah social. 11). Fitra seksual. 12). Fitrah ekonomi. 13). Fitrah
politik dan.
14). Fitrah seni[8]
[1]
Departemen Pendidikan Nasional, Ensiklopedi Islam (Cet. XI; Jakarta, Ichtiar
Baru Van Hoeve, 2003) h. 20
[2] Muhaimin dkk,
Paradigma Pendidikan Islam, Upaya mengefektifkan Pendidikan Agama
disekolah (Cet.III; Bandung, Remaja
Rosdakarya 2004) h. 16
[3] Ibid, h. 17
[4] Ibid, h. 17
[5]
Achmadi, Islam sebagai Paradigma Ilmu Pendidikan (Cet. I;Yogyakarta Aditya
Media bekerjasam dengan IAIN Walisongo Press 1992) h. 53
[6]Departemen
Agama RI, al Qur’an dan Terjemahnya (Jakarta Proyek Pengadaan Kitab Suci al
Qur’an 1971) h. 413
[7]Achmadi, Of.
Cit, h. 54
[8]Muhaimin
dkk, Of. Cit. h. 18-19
Tidak ada komentar:
Posting Komentar