Jumat, 14 Desember 2012

PARADIGMA PENDIDIKAN ISLAM YANG HUMANISTIK

Tujuan pendidikasn Islam adalah untuk memanusiakan manusia. Hal ini didasari pada kesadaran adanya kecenderungan kebaikan dan potensi yang ada dalam diri manusia yang dalam bahasa agama disebut
fitrah. Fitrah merupakan istilah bahasa arab yang berarti asal kejadian manusia,  kesucian dan agama yang benar.[1]  Fitrah manusia atau asal kejadiannya sebagaimana diciptakan Allah swt, menurut ajaran Islam, adalah bebas dari noda dan dosa seperti bayi yang baru lahir dari perut ibunya.
Ditinjau dari segi bahasa, fitrah berarti  ciptaan, sifat tertentu yang mana setiap yang maujud disifati dengannya pada masa awal penciptaannya, sifat pembawaan manusia (yang ada sejak lahir), agama, as sunnah.[2]
Dari satu sisi, aliran konvergensi dekat dengan konsep fitrah walaupun tidak sama karena perbedaan paradigmanya. Adapun kedekatannya: Pertama, Islam menegaskan bahwa manusia mempunyai bakat-bakat bawaan atau keturunan, meskipun semua itu merupakan potensi yang mengandung berbagai kemungkinan, Kedua, oleh karena masih merupakan potensi maka fitrah itu belum berarti bagi kehidupan manusia sebelum dikembangkan, didayagunakan dan diaktualisasikan. Namun demikian, dalam Islam, faktor keturunan tidaklah merupakan sesuatu yang kaku sehingga tidak dapat dipengaruhi. Ia bahkan dapat dilenturkan dalam batas tertentu. Alat untuk melentur dan mengubahnya ialah lingkungan dengan segala anasirnya. Karenanya, lingkungan sekitar ialah aspek pendidikan yang penting. Ini berarti bahwa fitrah tidak berarti kosong atau bersih seperti teori tabula rasa tetapi merupakan pola dasar yang dilengkapi dengan berbagai sumber daya manusia yang potensial. Al Ragib al Asfahani, ketika menjelaskan makna fitrah dari segi bahasa, dia mengungkapkan kalimat” Fatara Allah al khalk” yang maksudnya Allah mewujudkan sesuatu dan menciptakannya wujud kemampuan untuk melakukan perbuatan-perbuatan.[3] Sedangkan maksud firman Allah, sebagaimana dalam al-Qur an surah al-Rum ayat 30 adalah suatu kekuatan atau daya untuk mengenal dan mengakui Allah (keimanan kepadanya) yang menetap atau menancap didalam diri manusia. Dengan demikian, maka fitrah Adalah suatu kekuatan atau kemampuan (potensi terpendam) yang menetap dan menancap pada diri manusia sejak awal kejadiaanya, untuk komited terhadap nilai-nilai keimanan kepada-Nya, cenderung kepada kebenaran (hanif), dan potensi itu merupakan ciptaan Allah swt.
Menurut Hasan Langulung, ketika Allah menghembuskan ruh pada diri manusia (pada proses kejadian manusia secara non fisik/immateri) maka pada masa itu pula manusia (dalam bentuknya yang sempurna) mempunyai sebagian sifat-sifat ketuhanan sebagaimana yang terkandung dalam Asmaul Husna, hanya saja kalau Allah serba Maha, sedang manusia hanya diberi sebagiaanya. Sebagian sifat-sifat ketuhanan yang menancap pada diri manusia dan dibawanya sejak lahir, itulah yang disebut fitrah.[4] Sebagian sifat-sifat ketuhanan (potensi/fitrah) itu mesti ditumbuh kembangkan secara terpadu oleh manusia dan diamalkan dalam kehidupan sehari-hari, baik dalam kehidupan individu maupun kehidupan sosial, karena kemuliaan seseorang disisi Allah lebih ditentukan oleh kualitas hidup dalam mengembangkan sifat-sifat ketuhanan tersebut yang ada pada dirinya, bukan dilihat dari aspek fisik dan jasmani. Islam sangat menentang faham materialisme, faham atau pandangan yang berlebi-lebihan dalam mencintai materi karena pandangan semacam itu akan merusak bagi pengembangan sifat-sifat ketuhanan (fitrah manusia) tersebut serta dapat menghalangi kemampuan seseorang dalam menangkap kebenaran Ilahiyah yang bersifat immateri.
            Pemahaman tentang fitrah manusia, sangat mendasar bila dikaji dari ajaran agama Islam sebagaimana yang ditunjukkan dalam al-Qur’an dan al-Sunnah, karena didalam al-Qur’an surah al- Rum ayat 30 dinyatakan bahwa agama Islam sangat sesuai dengan fitrah manusia. Ajaran Islam yang mesti dipatuhi oleh manusia itu penuh dengan nilai-nilai ilahiyah yang universal dan manusiawi yang patut dikembangkan dalam berbagai aspek kehidupan manusia. Bahkan segala perintah dan larangan pun erat hubungannya dengan fitrah manusia.
            Fitrah dalam arti kesucian terdapat dalam hadis yang menyebutkan bahwa setiap anak yang lahir dalam keadaan suci, dan bayi tersebut dapat dijadikan Yahudi, Nasrani atau Majusi hal ini dijelaskan dalam hadis Rasulullah saw yang berbunyi:

ما من مولود إلا يولد على الفطرة فأبواه يهودانه أو ينصرانه أو يمجسانه.
Artinnya:
Setiap kelahiran (anak yang lahir) berada dalam keadaan fitrah, maka kedua   orang tuanya yang mempengaruhi anak itu menjadi Yahudi, Nasrani, atau Majuzi. (H.R. Ahmad).[5]

                        Fitrah dalam pengertian ini, tidak berarti kosong atau bersih seperti teori tabula rasa, tetapi merupakan pola dasar yang mesti dilengkapi dengan berbagai sumber daya insani yang potensial. Karena ia masih merupakan potensi, maka fitrah itu belum berarti apa-apa bagi kehidupannya sebelum dikembangkan, didayagunakan dan diaktualisasikan. Firman Allah dalam al-Nahl ayat 78:

وَاللَّهُ أَخْرَجَكُمْ مِنْ بُطُونِ أُمَّهَاتِكُمْ لا تَعْلَمُونَ شَيْئًا وَجَعَلَ لَكُمُ السَّمْعَ وَالأَبْصَارَ وَالأَفْئِدَةَ لَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ
Terjemahnya:
“ Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan tidak mengetahui sesuatupun, dan dia memberi kamu pendengaran, penglihatan dan hati, agar kamu bersyukur.”[6]

           Agar manusia dapat mensyukuri nikmat dan anugerah Allah, dalam arti menggunakannya dengan cara yang sebaik-baiknya, maka manusia memerlukan bantuan dari luar dirinya yaitu pengaruh lingkungan yang bersifat positif, konstruktif, dan mendidik. Jadi jelas bahwa fitrah dan sumber daya insani serta bakat-bakat bawaan, suasana lingkungan, termasuk pendidikan, pempunyai keberkesanan yang sangat menentukan bagi  perkembangan dan prosses pembentukan kepribadian manusia.[7]
          Bila dicermati secara mendalam maka fitrah manusia itu banyak macamnya antara lain; 1). Fitrah beragama, fitrah ini merupakan potensi bawaan yang mendorong manusia untuk selalu pasra, tunduk dan patuh kepada Tuhan yang menguasai dan mengatur segalah aspek kehidupan manusia. 2). Ftrah berarti berakal budi, fitrah ini merupakan potensi bawaan yang mendorong manusia untuk berfikir dan berzikir dalam memahami tanda-tanda keagungan Tuhan yang ada di alam semesta, berkreasi dan berbudaya, serta memahami  persoalan dan tantangan hidup yang dihadapinya dan berusaha memecahkannya.3). Fitrah kebersihan dan kesucian.4). Fitrah berakhlak. 5). Fitrah kebenaran. 6). Fitrah kemerdekaan.7). Fitrah keadilan. 8). Fitrah kebersamaan dan persatuan. 9).Fitrah individu.10.Fitrah social. 11). Fitra seksual. 12). Fitrah ekonomi. 13). Fitrah politik dan.
14). Fitrah seni[8]


[1] Departemen Pendidikan Nasional, Ensiklopedi Islam (Cet. XI; Jakarta, Ichtiar Baru Van Hoeve, 2003) h. 20
[2] Muhaimin dkk, Paradigma Pendidikan Islam, Upaya mengefektifkan Pendidikan Agama disekolah  (Cet.III; Bandung, Remaja Rosdakarya 2004) h. 16
[3] Ibid, h. 17
[4] Ibid, h. 17
[5] Achmadi, Islam sebagai Paradigma Ilmu Pendidikan (Cet. I;Yogyakarta Aditya Media bekerjasam dengan IAIN Walisongo Press 1992) h. 53
[6]Departemen Agama RI, al Qur’an dan Terjemahnya (Jakarta Proyek Pengadaan Kitab Suci al Qur’an 1971) h. 413 
[7]Achmadi, Of. Cit, h. 54
[8]Muhaimin dkk, Of. Cit. h. 18-19

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

PENULIS BUKU KEKERASAN ATAS NAMA AGAMA

H. HAMZAH HARUN AL-RASYID. Lahir 30 juli 1962. Alumni Universiti Kebangsaan Malaysia (UKM) ini memperoleh gelar: • Sarjana Muda (BA) 1987,...