Tidak diragukan lagi
secara factual bahwa krisis multidimensi dalam kehidupan bangsa-bangsa tidak
terkecuali umat Islam adalah akibat dari kerancuan system pendidikan dan
paradigma
pengetahuan yang
sekularistik-materialistik dari dunia pendidikan di barat yang
telah berhasil menipu kehidupan umat Islam. Dengan demikian agar umat Islam
dapat keluar dari krisis ini maka tulisan ini mengadopsi perlunya melakukan
Islamisasi pengetahuan. Karena memang ada perbedaan fundamental antara teori
ilmu pengetahuan modern dan teori ilmu Islam, khususnya ketika kita melihatnya
dari sudut lingkup dan metodologi. Cendikiawan moderen perlu membangun
kesadaran kolektif betapa cara pandang ilmu modern bukan satu-satunya cara
pandang yang universal, tetapi ada juga cara pandang keilmuan lain yang telah
dikembangkan para cendikiawan muslim klasik yang mungkin dapat dijadikan
pandangan keilmuan alternative yang lebih cocok dengan atmosfir budaya bangsa
kita yang religious.
Selain itu dengan
adanya perbedaan fundamental antara kedua system ilmu ini, diharapkan
pembicaraan tentang islamisasi ataupun naturalisasi ilmu akan lebih bermakna.
Penjajakan kemungkinan bagi islamisasi ilmu ini diharapkan dapat menjadi
pondasi bagi pembicaraan selanjutnya berkenaan dengan naturalisasi ilmu ini.
perbedaan pandangan atau perspektif keilmuan seseorang bisa membawa implikasi
yang jauh dalam sebuah teori ilmiah. Pembatasan bidang-bidang ilmu kepada
objek-objek indrawi dan metodenya hanya pada observasi oleh ilmuan barat,
terbukti telah menimbulkan berbagai masalah teologis yang serius, yang berakhir
dengan penolakan beberapa ilmuan moden terhadap eksistensi tuhan dan wahyu
ilahi.[1]
[1]
Mengislamkan Nalar: sebuah respon terhadap modernitas, Mulyadi Kartanegara,
Penerbit : Erlangga, Jakarta cet. 2007. Hal.15-16.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar