Landasan Ilmu pada Zaman Yunani
Periode filsafat Yunani merupakan periode sangat penting dalam sejarah peradaban manusia karena pada waktu ini terjadi perubahan pola pikir manusia dari mitosentris menjadi logosentris. Pola pikir mitosentris adalah pola pikir masyarakat yang sangat mengandalkan mitos untuk menjelaskan fenomena alam, seperti gempa bumi dan pelangi. Gempa bumi tidak dianggap fenomena alam biasa, tetapi Dewa Bumi yang sedang menggoyangkan kepalanya. Namun, ketika filsafat diperkenalkan, fenomena alam tersebut tidak dianggap lagi sebagai aktivitas dewa, tetapi aktivitas alam yang terjadi secara kausalitas. Perubahan pola pikir tersebut kelihatannya sederhana, tetapi implikasinya tidak sederhana karena selama ini alam ditakuti dan dijauhi kemudian didekati bahkan dieksploitasi. Manusia yang dulunya pasif dalam menghadapi fenomena alam menjadi lebih proaktif dan kreatif, sehingga alam dijadikan objek penelitian dan pengkajian. Dari proses inilah kemudian ilmu berkembang dari rahim filsafat, yang akhirnya kita nikmati dalam bentuk teknologi. Karena itu, periode perkembangan filsafat Yunani merupakan entri poin untuk memasuki peradaban baru umat manusia.
Untuk menelusuri filsafat Yunani, perlu dijelaskan terlebih dulu asal kata filsafat. Sekitar abad IX SM atau paling tidak tahun 700 SM, di Yunani, Sophia diberi arti kebijaksanaan; kecakapan. Kata philosophos mula-mula dikemukakan oleh Heraklitos (540-480 SM). Sementara orang ada yang mengatakan bahwa kata tersebut mula-mula dipakai oleh Pythagoras (580-500 SM). Namun pendapat yang lebih tepat adalah pendapat yang mengatakan bahwa Heraklitoslah yang pertama menggunakan istilah tersebut. Menurutnya, philosophos (ahli filsafat) harus mempunyai pengetahuan luas sebagai pengejewantahan daripada kecintaannya akan kebenaran dan mulai benar-benar jelas digunakan pada masa kaum Sofis dan Socrates yang memberi arti philosophein sebagai penguasaan secara sistematis terhadap pengetahuan teoritis. Philosophia adalah hasil dari perbuatan yang disebut philosophein itu, sedangkan philosopos adalah orang yang melakukan philosophein. Dari kata philosophia itulah nantinya timbul kata-kata philosophie (Belanda, Jerman, Prancis), philosophy (Inggris). Dalam bahasa Indonesia disebut filsafat atau falsafat.
Mencintai kebenaran/pengetahuan adalah awal proses manusia mau menggunakan daya pikirnya, sehingga dia mampu membedakan mana yang riil dan mana yang ilusi. Orang Yunani awalnya sangat percaya pada dongeng dan takhyul, tetapi lama kelamaan, terutama setelah mereka mampu membedakan yang riil dengan yang ilusi, mereka mampu keluar dari kungkungan mitologi dan mendapatkan dasar pengetahuan ilmiah. Inilah titik awal manusia menggunakan rasio untuk meneliti dan sekaligus mempertanyakan dirinya dan alam jagad raya.
Karena manusia selalu berhadapan dengan alam yang begitu luas dan penuh misteri, timbul rasa ingin mengetahui rahasia alam itu. Lalu timbul pertanyaan dalam pikirannya, darimana datangnya alam ini, bagaimana kejadiannya, bagaimana kemajuannya dan kemana tujuannya? Pertanyaan semacam inilah yang selalu menjadi pertanyaan di kalangan filosof Yunani, sehingga tidak heran kemudian mereka juga disebut dengan filosof alam karena perhatian yang begitu besar pada alam. Para filosof alam ini juga disebut filosof pra Sokrates, sedangkan Sokrates dan setelahnya disebut para filosof pasca Sokrates yang tidak hanya mengkaji tentang alam, tetapi manusia dan perilakunya.
Filosof alam pertama yang mengkaji tentang asal usul alam adalah Thales (624-546 SM) kemudian dilanjutkan oleh Anaximandros (610-540 SM), Heraklitos (540-480 SM), Parmenides (515-440 SM), Pythagoras (580-500 SM). Kaum “Sofis” yang tokoh utamanya adalah Protagoras (481-411 SM), Gorgias (483-375 SM) kemudian muncul filosof, seperti Socrates, Plato dan Aristoteles.
Filsafat Yunani yang rasional itu boleh dikatakan berakhir setelah Aristoteles menuangkan pemikirannya. Akan tetapi sifat rasional itu masih digunakan selama berabad-abad sesudahnya sampai sebelum filsafat benar-benar memasuki dan tenggelam dalam Abad Pertengahan. Namun jelas, setelah periode ketiga filosof besar itu mutu filsafat semakin merosot. Kemunduran filsafat itu sejalan dengan kemunduran politik ketika itu, yaitu sejalan dengan terpecahnya kerajaan Macedonia menjadi pecahan-pecahan kecil setelah wafatnya Alexander The Great. Tepatnya pada ujung zaman Helenisme, yaitu pada ujung sebelum Masehi menjelang Neo Platonisme, filsafat benar-benar mengalami kemunduran.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar