MENATAP HARI ESOK DENGAN SEMANGAT BERUBAH KE ARAH YANG LEBIH BAIK DAN PENUH OPTIMISME[1]
Oleh : Dr.H.Hamzah Harun al-Rasyid, Lc. MA.[2]
السلام عليكم ورحمة الله وبركاته
الله اكبر، الله اكبر، الله اكبر، الله اكبر، الله اكبر، الله اكبر، الله اكبر، الله اكبر، الله اكبر، لا إله إلا الله والله اكبر، الله اكبر و لله الحمد .
الحمد لله الذى فرض على المؤمين صيام رمضان ، ووفقنا فيه إلى الأعمال الصالحات التى سنها رسوله الكريم الأمين ، أشهد أن لا إله إلا الله وحده لا شريك له الملك الحق المبين ، وأشهد أن محدا عبده ورسوله الذى أرسله رحمة للعا لمين ، اللهم صل وسلم على هذا النبي الكريم سيدنا محمد أشرف الأنبياء والمرسلين ، وعلى آله وأصحابه وأمته أجمعين ، أما بعد : فيا أيها الحاضرون ! اتقوا الله حق تقاته ولا تموتن إلا وأنتم مسلمون ، وبادروا بالأعمال الصالحات يرحمكم برحمته ويغفر لكم ذنوبكم ويدخلكم جنة تجري من تحتها الأنهاروذلك الفوز العظيم .
قال الله تعالى في القرآن الكريم ، أعوذ با الله من الشيطان الرجيم : ياأيّها النّاس اتقوا ربّكم الذى خلقكم من نفس واحدة وّخلق منها زوجها وبث منهما رجالا كثيرا ونسـاء ، واتقوا الله الذى تساء لون به والأ رحام إنّ الله كان عليكم رقيبا.
Hadirin Kaum Muslimin, Muslimat Jama’ah Idil Fitri Rahimakumullah !
Fajar 1 Syawwal 1432 H telah menyingsing di ufuk timur. Saat ini kita semua berada di hari yang agung. Hari ini Allah ’Azza wa Jalla memperlihatkan kemuliaan dan keagungan-Nya, seluruh ummat Islam di seluruh penjuru dunia bersedia untuk bangkit secara serentak menggemakan dan mengumandangkan kalimat takbir, tahlil, tahmid dan tasbih yang merupakan refleksi dari rasa syukur, sebagai ungkapan kesadaran, keyakinan serta merupakan panji-panji kemenangan dan kejayaan ummat Islam.
Pada pagi hari ini kita menyaksikan sekian banyak mulut menggumamkan kebesaran, kesucian, dan pujian untuk Allah Subahanhu wa Ta’ala, sekian banyak pasang mata tertunduk di hadapan kemaha-besaran Allah Azza wa Jalla, sekian banyak hati diharu-biru oleh kecamuk rasa bangga, haru, bahagia dalam merayakan hari kemenangan besar ini. Sebuah kemenangan dalam pertempuran panjang dan melelahkan, bukan melawan musuh di medan laga, bukan melawan pasukan dalam pertempuran bersenjata. Namun, pertempuran melawan musuh-musuh yang ada di dalam diri kita, nafsu dan syahwat serta syetan yang cenderung ingin menjerumuskan kita. Ibnu Sirin berkata: “Aku tidak pernah mempunyai urusan yang lebih pelik ketimbang urusan jiwa.” Hasan Bashari berkata, “Binatang binal tidak lebih membutuhkan tali kekang ketimbang jiwamu.”
Kemenangan melawan hawa nafsu ini adalah inti kemenangan, inilah kemenangan terbesar, kemenangan utama yang akan melahirkan kemenangan-kemenangan lain dalam semua kancah kehidupan dunia yang kita arungi. Kita membutuhkan kemenangan seperti ini untuk memenangkan semua pertarungan yang kita hadapi dalam hidup ini. Betapa banyak perangkat-perangkat materi kemenangan dikuasai oleh seseorang, kelompok, dan bangsa. Namun ternyata mereka harus menelan kekalahan dengan sederet perangkat materi itu. Mereka memiliki ilmu dan teknologi, senjata, perlengkapan, dan sarana lainnya, namun itu semua tidak berdaya di hadapan seseorang, kelompok, atau bangsa yang memiliki ketangguhan jiwa, kekuatan mental, dan kematangan pribadi.
كَمْ مِنْ فِئَةٍ قَلِيلَةٍ غَلَبَتْ فِئَةً كَثِيرَةً بِإِذْنِ اللَّهِ وَاللَّهُ مَعَ الصَّابِرِينَ
“Berapa banyak terjadi golongan yang sedikit dapat mengalahkan golongan yang banyak dengan izin Allah. Dan Allah beserta orang-orang yang sabar.” (Al-Baqarah: 249).
الله اكبر الله اكبر الله اكبر ولله الحمد
Di pagi hari yang cerah ini, ketika kita mendengar takbir dikumandangkan, tahlil, tahmid dan tasbih serta puji-pujian kepada Allah dilantunkan, ada sebersit rasa haru dan penyesalan yang muncul di hati, khususnya mereka yang telah ditinggal oleh kedua orang tua, sanak saudara atau orang-orang yang dicintai. Terbayang ketika mereka masih hidup, biasanya kita datang dan duduk bersimpuh di pangkuan ayah dan bunda seraya menyampaikan permohonan ampun serta maaf atas kesalahan dan kekhilafan kita sebagai anak yang terkadang berbuat dan berkata melukai hati mereka. Kita mengucapkan terima kasih atas pengorbanan yang mereka berikan kepada kita tanpa mengharap balas jasa. Sulit untuk kita lupakan perjuangan berat mereka menyayangi dan mendidik kita sewaktu masih kecil, terlalu besar pengorbanan mereka untuk kita abaikan. Oleh karenanya, di pagi hari yang fitri ini sudah seharusnya kita memanjatkan do’a kepada Allah SWT. untuk mereka.
“Ya Allah ya Rabbana, ampunilah dosa-dosa kami dan dosa kedua orangtua kami. Sayangilah mereka sebagaimana mereka menyayangi kami diwaktu kecil”
اللهم اغفر لنا ذنوبنا ولوا لدينا وارحمهما كما ربيانا صغارا
Di hari raya Fitri seperti ini, kita juga biasanya saling berkunjung dan bersalam-salaman dengan sanak saudara, handai tolan, tetangga, teman-teman dan rekan-rekan kita untuk saling memaafkan kesalahan dan melupakan segala ganjalan yang kemungkinan ada dalam hati. Kita rajut kembali tali persaudaraan yang pernah kusut diantara kita, kita bangun kembali keharmonisan yang pernah terusik diantara kita; kita pertebal kembali rasa kebersamaan yang pernah luntur diantara kita dengan mempererat Silaturrahim.
Silaturrahim adalah kunci terbukanya rahmat dan pertolongan Allah SWT. Dengan terhubung dan terpeliharanya silaturrahim, maka ukhuwah Islamiyah akan terjalin dengan baik. Bagaimana pun besarnya umat Islam secara kuantitatif, sama sekali tidak akan ada artinya bila didalamnya tidak ada persatuan yang kokoh dan kerjasama satu sama lain untuk menyelesaikan permasalahan dan untuk taat berbakti kepada Allah.
الله اكبر الله اكبر الله اكبر ولله الحمد
Selama sebulan penuh kita berada dalam bulan suci, bulan penuh keberkahan dan nilai. Bulan yang mengantarkan kita kepada suasana batin yang sangat indah. Bulan yang sarat dengan nilai-nilai pendidikan bagi kita kaum Muslimin. Bulan Ramadhan melatih kita untuk memberi perhatian kepada waktu, di mana banyak manusia yang tidak bisa menghargai dan memanfaatkan waktunya. Ramadhan melatih kita untuk selalu rindu kepada waktu-waktu shalat, yang barangkali di luar Ramadhan kita sering mengabaikan waktu-waktu shalat. Adzan berkumandang di samping kanan kiri telinga kita, namun kita tetap dengan segala kesibukan kita, tak tergerak bibir kita untuk menjawabnya apa lagi untuk memenuhi panggilan itu… Dan kita membiarkan suara Muadzin itu memantul di tembok rumah dan kantor kita, lalu pergi bersama angin lalu.
Sedangkan pada bulan Ramadhan ini kita selalu menunggu suara adzan, minimal adzan Maghrib, kita tempel di rumah kita bahkan kita hapal jadwal Imsakiyyah… Mudah-mudahan selepas Ramadhan ini rasa rindu kepada waktu shalat selalu kita pelihara. Waktu adalah kehidupan. Barangsiapa menyia-nyiakan waktunya berarti ia menyiakan-nyiakan hidupnya.
Ada survei tahun 1980 bahwa Jepang adalah negara pertama yang paling produktif dan evektif dalam menggunakan waktu, disusul Amerika dan Israel. Dalam perkembangan terakhir menunjukkan bahwa saat ini RRC adalah Negara yang paling efektif menggunakan waktu akhirnya mereka yang paling produktif. Subhanallah, ternyata negara-negara itu kini menguasai dunia. Sebagai seorang muslim, mestinya kita menjadi orang yang paling disiplin dengan waktu kita. Al-Qur’an yang kita baca di bulan Ramadhan mengisyaratkan pentingnya waktu bagi kehidupan. Bahkan pada banyak ayat Allah bersumpah dengan waktu.
Maka jika kita ingin menjadi manusia yang terhormat di antara manusia lain dan bermartabat di sisi Allah, hendaknya kita isi waktu kita dengan hal-hal yang produktif, baik untuk kepentingan dunia atau akhirat kita.
الله اكبر الله اكبر الله اكبر ولله الحمد
Demikianlah Ramadhan telah memberikan banyak perubahan dalam diri kita. Mulai dari sikap, perilaku, dan paradigma dalam memandang hidup dan kehidupan ini. Mestinya ini semua menjadi bekal kita untuk melakukan perubahan-perubahan di masa depan, perubahan yang mengantarkan hidup kita ke arah yang lebih baik. Sebagai pribadi maupun bangsa.
Sungguh kehidupan yang kita lalui masih sulit, beban yang kita pikul semakin berat. Baik sebagai pribadi atau sebagai bangsa, kita sekarang belum juga bisa berkelit dari krisis multi dimensi yang cukup pelik. Pekerjaan kian sulit dicari, harga-harga masih membumbung tinggi, angka pengangguran masih tinggi, bencana alam, kejahatan meraja-lela. Demi sesuap nasi, nilai-nilai yang semestinya dijunjung dan dijaga tidak diindahkan lagi. Bahkan, nyawa yang begitu mahal dan berharga oleh semua agama dan ideologi, kini menjadi taruhan yang sangat murah. Dari layar TV dan media cetak kita sering menyaksikan peristiwa pembunuhan yang sungguh mendirikan bulu kuduk kita; seorang anak membantai ayahnya, suami mencincang istrinya, tetangga menghabisi tetangganya, saudara menggorok saudaranya, yang rata-rata motifnya sama, ekonomi.
Tidak ada bekal terbaik untuk menghadapi kondisi sulit ini selain ketakwaan. Barangkali semua orang sepakat bahwa kita semua harus bangkit untuk mengatasi semua kesulitan yang melanda kita dan bangsa kita dewasa ini. Untuk itu di hari yang fitri ini, di tengah kita merayakan kemenangan besar ini. Di mana kita baru saja selesai melakukan pelatihan selama sebulan penuh, di mana nuansa kesucian tengah kita rasakan saat ini, sehingga pikiran dan hati kita tengah mengalami pencerahan, karena nilai-nilai ketakwaan. Marilah kita menatap hari esok dengan semangat berubah ke arah yang lebih baik dan penuh optimisme, dan memang seorang Mukmin, seorang Muttaqin, pantang kehilangan asa dalam kondisi apapun. Optimisme adalah harga mati jika kita ingin bangkit mengatasi berbagai kesulitan ini.
الله اكبر , الله اكبر, ألله أكبر ولله الحمد .
Ada beberapa variabel untuk membangun optimisme dalam diri kita.
Pertama, Memperkokoh Husnudzan kepada Allah.
Husnudzan atau berprasangka baik kepada Allah ini harus kita kokohkan dalam diri kita. Kita sepakat bahwa tidak ada satu peristiwa yang terjadi selain dengan izin dan kehendak Allah, termasuk ujian dan kesulitan yang tengah kita hadapi. Sebagai seorang Mukmin, kita harus menghadapi semua ketentuan Allah itu dengan prasangka baik, dengan sebuah prinsip bahwa apa yang menimpa kita, itulah yang terbaik menurut Allah. Oleh karena itu, kita tidak perna menggerutu kepada Pencipta, tidak memberontak karena keputusan Tuhan, dan kita selalu menatap semua ujian itu dengan senyum. Kita yakin akan mendapatkan dua keuntungan dari ujian itu yaitu; Pertama, diangkat dan dihapuskannya kesalahan dan dosa-dosa kita, dan yang kedua adalah ditinggikannya derajat kita di sisi Allah Azza wa Jalla
إِنَّ اللَّهَ عَزَّ وَجَلَّ إِذَا أَحَبَّ قَوْمًا ابْتَلَاهُمْ فَمَنْ صَبَرَ فَلَهُ الصَّبْرُ وَمَنْ جَزِعَ فَلَهُ الْجَزَعُ
“Sesungguhnya jika Allah mencintai suatu kaum, Dia menguji mereka. Barangsiapa bersabar ia mendapat (pahala) kesabarannya, dan barangsiapa gundah gulana, ia (tersiksa) karena kegundahannya.”
عَجَبًا لِأَمْرِ الْمُؤْمِنِ إِنَّ أَمْرَهُ كُلَّهُ خَيْرٌ وَلَيْسَ ذَاكَ لِأَحَدٍ إِلَّا لِلْمُؤْمِنِ إِنْ أَصَابَتْهُ سَرَّاءُ شَكَرَ فَكَانَ خَيْرًا لَهُ وَإِنْ أَصَابَتْهُ ضَرَّاءُ صَبَرَ فَكَانَ خَيْرًا لَهُ
“Sungguh mengherankan urusan seorang Mukmin, semua urusannya berakibat baik baginya, dan itu tidak terjadi kepada selain orang-orang Mukmin, jika mendapatkan kebaikan ia bersyukur dan itu baik baginya. Dan jika mendapat bencana ia bersabar dan itu baik pula baginya.” (Muslim) Untuk itu, Husnudzan harus kita pelihara dalam diri kita. Allah tidak menghendaki dari hamba-Nya selain kebaikan, kalau tidak di dunia, di akhirat. Jangan sampai kita celaka di dunia dan di akhirat akibat prasangka buruk kita kepada Allah. Na’udzu billah, tsumma na’udzu billah.
Kedua, Memantapkan rasa syukur kita kepada Allah.
Sebagai bangsa, kita ini mestinya sudah hancur berantakan, mestinya negara yang bernama Indonesia ini gulung tikar. Krisis ekonami yang berkepanjangan, krisis kepercayaan, moral, bom meledak di mana-mana, pemerintahan yang belum terlalu kuat, sementara tekanan bahkan konspirasi untuk menghancurkan bangsa kita begitu kuat. Pertikaian dan permusuhan antar suku, etnis, dan antar agama, bahkan antar dan inter partai, pertumbuhan ekonomi masih jauh dari target, hutang negara masih membumbung tinggi. Mestinya, semua itu cukup membuat kita, sebagai bangsa ambruk terkapar… akan tetapi kenyataannya tidak, apapun keadaannya, kita masih bisa berdiri tegak.
Barangkali pihak-pihak yang menginginkan kehancuran negeri ini tak habis pikir, mengapa hingga saat ini kita masih bisa bertahan. Kita yakin seyakin-yakinya, itulah berkat doa yang dipanjatkan setiap muslim di negeri ini, bahkan di seluruh dunia, itu semua berkat ratusan juta pasang tangan yang selalu ditengadahkan ke langit, memohon kepada yang Maha Kuat dan Maha Perkasa, agar negeri ini dijauhkan dari kehancuran. Untuk itu, syukur dan do’a merupakan senjata orang beriman, bersyukur dan berdoa merupakan ibadah dan enggan bersyukur dan berdo’a merupakan kesombongan kepada Allah Azza wa Jalla.
Ketiga, meneladani para nabi dan rasul.
Mereka adalah kekasih-kekasih Allah dan itu kita sepakat. Namun ujian Allah timpakan kepada mereka begitu dahsyat dan tak terperikan. Bahkan di antara mereka ada yang mendapatkan gelar Uluz Azmi karena keberhasilan mereka dalam mengarungi ujian berat. Dan mereka tidak pernah berputus asa kepada Allah Ta’ala.
Adalah nabiyullah Zakaria yang selalu merindukan anak, namun hingga di usianya yang mulai senja, si buah hati yang diidamkannya belum kunjung datang. Akan tetapi hal itu tidak membuatnya berputus asa dan kehilangan optimisme. Dengarkanlah Al-Quran menuturkan,
ذِكْرُ رَحْمَةِ رَبِّكَ عَبْدَهُ زَكَرِيَّا(2)إِذْ نَادَى رَبَّهُ نِدَاءً خَفِيًّا(3)قَالَ رَبِّ إِنِّي وَهَنَ الْعَظْمُ مِنِّي وَاشْتَعَلَ الرَّأْسُ شَيْبًا وَلَمْ أَكُنْ بِدُعَائِكَ رَبِّ شَقِيًّا(4)وَإِنِّي خِفْتُ الْمَوَالِيَ مِنْ وَرَائِي وَكَانَتِ امْرَأَتِي عَاقِرًا فَهَبْ لِي مِنْ لَدُنْكَ وَلِيًّا(5)يَرِثُنِي وَيَرِثُ مِنْ ءَالِ يَعْقُوبَ وَاجْعَلْهُ رَبِّ رَضِيًّا
(Yang dibacakan ini adalah) penjelasan tentang rahmat Tuhan kamu kepada hamba-Nya, Zakariya, yaitu tatkala ia berdo`a kepada Tuhannya dengan suara yang lembut. Ia berkata: “Ya Tuhanku, sesungguhnya tulangku telah lemah dan kepalaku telah ditumbuhi uban, dan aku belum pernah kecewa dalam berdo`a kepada Engkau, ya Tuhanku. Dan sesungguhnya aku khawatir terhadap mawaliku sepeninggalku, sedang isteriku adalah seorang yang mandul, maka anugerahilah aku dari sisi Engkau seorang putera, yang akan mewarisi aku dan mewarisi sebahagian keluarga Ya`qub; dan jadikanlah ia, ya Tuhanku, seorang yang diridhai”.(Maryam: 2-6)
Orang yang sudah tua renta, istrinya mandul…lalu mengharapkan mempunyai anak? Rasanya mustahil itu terjadi, rasanya harapannya akan tinggal harapan. Akan tetapi kekasih Allah tidak menyandarkan harapannya kepada sebab-sebab manusiawi, karena sebab-sebab itu merupakan kehendak Allah, Allah mampu menciptakan dari yang tiada menjadi ada. Apalagi dari yang sudah ada, walau usia renta dan istri mandul. Akhirnya Allah mendengar doanya dan melihat ketegarannya.
يَازَكَرِيَّا إِنَّا نُبَشِّرُكَ بِغُلَامٍ اسْمُهُ يَحْيَى لَمْ نَجْعَلْ لَهُ مِنْ قَبْلُ سَمِيًّا
“Hai Zakariya, sesungguhnya Kami memberi kabar gembira kepadamu akan (beroleh) seorang anak yang namanya Yahya, yang sebelumnya Kami belum pernah menciptakan orang yang serupa dengan dia.” (Maryam: 7).
Itu pula yang dialami Ibrahim, Khalilullah…..
Tidak ada yang mustahil bagi Allah, jika kita tetap berusaha dan berdoa.Pada perang Khandaq, saat sepuluh ribu pasukan sekutu yang terdiri dari suku Quraisy dan kabilah-kabilah Arab lainnya mengepung Madinah. Sementara Rasulullah hanya didukung dua ribu pasukan dengan parit yang mengelilingi sebagian sisi kota. Sementara itu orang-orang Yahudi Quraidzah yang terikat perjanjian dengan kaum Muslimin untuk melindungi wilayah perbatasan kota Madinah, ternyata mereka membatalkan perjanjian dan bergabung dengan pasukan sekutu. Dan dengarlah sikap Rasulullah menghadapi kondisi genting ini,
اَللهُ أَكْبَرُ، أَبْشِرُوْا أَيُّهَا الْمُسْلِمُوْنَ بِفَتْحِ اللهِ وَنَصْرِهِ…
“Allahu Akbar, bergembiralah wahai sekalian kaum Muslimin dengan kemenangan dari Allah dan pertolongan-Nya.”
Dan ternyata Allah memperhatikan optimisme hamba terbaik-Nya, dua ribu pasukan Muslim dapat mengalahkan sepuluh ribu pasukan sekutu plus orang-orang Yahudi Bani Quraidzah.
Keempat, Memantapkan kinerja sambil bertawakkal.
Sebab Allah tidak menurunkan emas dari langit. Singsingkan lengan baju. Kita gunakan seluruh potensi yang Allah karuniakan kepada kita
وَقُلِ اعْمَلُوا فَسَيَرَى اللَّهُ عَمَلَكُمْ وَرَسُولُهُ وَالْمُؤْمِنُونَ وَسَتُرَدُّونَ إِلَى عَالِمِ الْغَيْبِ وَالشَّهَادَةِ فَيُنَبِّئُكُمْ بِمَا كُنْتُمْ تَعْمَلُونَ
“Dan katakanlah: “Bekerjalah kalian, maka Allah dan Rasul-Nya serta orang-orang mu’min akan melihat pekerjaanmu itu, dan kalian akan dikembalikan kepada (Allah) Yang Mengetahui akan yang ghaib dan yang nyata, lalu diberitakan-Nya kepada kalian apa yang telah kamu kerjakan”. (At-Taubah:105).
Sebab tidak ada yang mengubah kita selain kita sendiri…
إِنَّ اللَّهَ لَا يُغَيِّرُ مَا بِقَوْمٍ حَتَّى يُغَيِّرُوا مَا بِأَنْفُسِهِمْ
“Sesungguhnya Allah tidak mengubah keadaan sesuatu kaum sehingga mereka mengubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri”. (Ar-Radu: 11)
الله اكبر الله اكبر الله اكبر ولله الحمد
Salah satu problematika mendasar yang saat ini tengah dihadaapi oleh bangsa Indonesia adalah problema kemiskinan. Berdasarkan angka resmi, angka kemiskinan di Negara kita mencapai 36 juta jiwa, atau sekitar 16,4 persen dari total penduduk Indonesia. Sementara itu angka pengangguran juga sangat tinggi, yaitu sekitar 28 juta jiwa, atau 12,7 persen dari total penduduk.
Kemiskinan seolah selalu menjadi cerita lama dalam rangkaian episode panjang yang tidak kunjung berakhir di negeri ini, bahkan menyebut hal yang satu ini, kerap hanya sekedar menjadi bahan diskursus serta wacana politik yang sangat laku untuk dijual, Setiap orang seolah bergairah untuk membicarakan tentang betapa miskinnya negeri ini, negeri yang konon elok rupawan, dengan alamnya yang mengundang decak kagum turis-turis manca negara, alamnya yang subur menghasilkan tetumbuhan yang menggiurkan, tetapi ternyata semuanya itu tinggal sekedar cerita masa lalu. Kemiskinan tetap saja menjadi bagian yang belum terpisahkan dari bangsa yang indah ini.
Yang lebih mengenaskan adalah, penyakit akut kemiskinan itu ternyata telah bersarang di tubuh mayoritas ummat Islam, ia menyerang jasad ummat yang sesungguhnya memiliki nilai-nilai perjuangan untuk sukses dunia akhirat, tetapi kemudian harus mengalami sebuah “bencana” kemiskinan yang sangat dahsyat.
Dalam buku World in Figure 2003 yang diterbitkan oleh The Economist, dipaparkan tentang Indonesia sebagai negara yang luar biasa, negeri terluas nomor 15 di dunia ini, ternyata dikenal sebagai pengekspor coklat dengan peringkat nomor 3 di dunia, penghasil sawit terbesar ke 2, dan beragam hasil perkebunan lainnya, dari penghasilan tambang, ternyata Indonesia penghasil emas ke 8 di dunia, negeri ini menghasilkan sungguh banyak bauksit, bahan bakar minyak, batubara, marmer, nikel dan kandungan mineral lainnya.
Luar biasa., demikianlah agaknya yang bisa kita ucapkan untuk menunjukkan potensi yang ada di Indonesia, negeri kaya raya. Dan keluarbiasaannya ternyata tidak hanya karena potensi yang dimilikinya itu saja, paradoks, itulah kalimat yang tepat untuk menggambarkan situasi yang terjadi, dinegeri yang kaya raya ini, fakta yang amat jelas memperlihatkan kondisi terkini tentang kemiskinan dengan segala ancamannya menghantui anak negeri.
Di buku yang sama, di beberkan tentang beban hutang luar negeri kita ternyata berada diperingkat 6 didunia, angka korupsi menempatkan Indonesia di posisi ke 3 diantara negara di dunia. Bukankah ini adalah hal yang sangat luar biasa, pernahkah kita membayangkan bahwa kita terlahir dinegeri yang kaya raya, namun terpaksa kita harus menderita, sebagai akibat langsung dari kemiskinan structural yang melanda bangsa kita, adalah fakta yang susah terbantahkan
Lalu apa dan bagaimana jalan keluarnya……..?
Dalam sebuah survei yang dilakukan oleh dua lembaga besar, Ford Foundation bekerja sama dengan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, memperlihatkan bahwa potensi zakat yang ada di Indonesia sangat luar biasa besarnya. Dan ketika dana yang sungguh luar biasa besarnya ini terkelola dengan baik, kita akan melihat bahwa ummat ini akan kembali berbondong-bondong memasuki zaman keemasannya.
Sementara Lembaga PIRAC ( Public Interest Research and Advocacy Center) menyebut angka 20 Triliun potensi zakat profesi dalam 1 tahun. Untuk itu butuh kesungguhan setiap orang untuk membangunkan potensi “raksasa tidur ”ini.
Dan ini adalah besaran dana yang sangat luar biasa, pertanyaanya adalah bagaimana ummat Islam menyikapi potensi yang ada sebesar itu, apakah kemudian kita hanya membiarkan angka - angka itu diam membisu diatas kertas selamanya, atau ummat Islam melakukan action untuk menjemput kegemilangannya dengan membangkitkan potensi yang ada itu.
Apa yang tidak bisa dilakukan oleh ummat Islam dengan dana sebesar itu, sungguh persoalan besar dengan segala kemiskinan dan akibat kemiskinan itu, akan mampu diselesaikan dengan pengelolaan yang baik terhadap dana Zakat, infaq dan shadaqah yang sebesar itu. Ternyata kita harus banyak belajar dari kesuksesan negara tetangga, Singapura dan Malaysia yang telah memperlihatkan keinginan dan kesungguhan mereka, dalam menggali dan memfaatkan secara optimal potensi zakat yang ada disana.
Sejarah juga telah mencatat kecemerlangan ummat Islam dimasa lalu, ambil saja sebuah sejarah kegemilangan Islam di bawah kekhalifaan sang mujahid yang sangat fenomenal dalam sejarah, yaitu Umar bin Abdul Aziz, ketika Amil-amil zakatnya turun ke lapangan untuk menyalurkan zakatnya hingga ke wilayah Afrika, hampir-hampir mereka tidak menemukan lagi orang yang bersedia menerima zakat. Lalu muncul pertanyaan, apakah ketika itu, sama sekali tidak ada lagi orang yang berhak menerima zakat? Sesungguhnya tidak juga demikian, hanya saja ummat Islam dimasa itu, telah sampai pada posisi yang ideal sebagai ummat yang rahmatan lil Alamin.
Kehidupan sebagai makhluk mulia yang sosial yang utuh, telah mengejawantah dalam kehidupan mereka, dimana para orang kaya sangat sadar akan kewajiban mereka menunaikan kewajiban mereka dengan segala kekayaan yang mereka miliki, dan mereka dengan segala ketulusan hati menginfaqkan harta mereka di jalan Allah, disisi lain, kaum miskin tidak rela kehormatan diri mereka diinjak-injak dengan menjadi peminta-minta dimana-mana. Inilah satu kondisi ummat yang ideal, dimana kekayaan bukan menjadi tujuan dari kehidupan manusia, namun hanya menjadi jalan menuju sebuah kebahagian abadi disisi Alloh SWT.
Dengan segala kondisi kemiskinan yang sedang menimpa anak negeri yang merintih dalam keputusasaan ini, apalagi di berbagai media elektronik, dan media cetak kita mendengar kekerasan di rumah tangga kaum miskin terjadi, angka kejahatan semakin meningkat, maka boleh jadi ini adalah bagian dari multi efek dari kemiskinan yang di khawatirkan oleh Syaidina Ali RA. Beliau pernah berujar "kalau saja kemiskinan berwujud manusia, maka akan aku perangi sekarang". Artinya efek kemiskinan sudah dipahami sejak lama dalam konsep Islam. Bahkan Rasulullah yang agung dalam haditsnya mengatakan, bahwa kefakiran itu sangat dekat mengantarkan seseorang kepada kekafiran.
الله اكبر الله اكبر الله اكبر ولله الحمد
Hidup di era industri dan teknologi ini, tidak sedikit jurang pemisah yang amat dalam terjadi antara sikaya dan si miskin, pola pergaulanpun telah membuat segalanya berubah, maka tinggallah simiskin sendirian saja menata hidup mereka, kalaupun diangkat dan disebut-sebut tentang mereka, maka kebanyakan dijadikan sebagai isu untuk kepentingan-kepentingan tertentu saja.
Karena itu, saatnyalah zakat kembali diangkat untuk kemudiaan dijadikan sebagai jembatan emas yang menghubungkan antara dua kutub yang berbeda, yang menjadi jembatan antara yang kaya dengan kaum miskin, dengan menunaikan kewajiban berzakat sebagai muslim yang sejati,
Saatnya ummat Islam bersatu dengan menunaikan zakat dengan baik, maka sebentar lagi akan hadir Rumah Sakit gratis buat para mustahik, akan muncul wadah pengembangan ekonomi yang membantu mengubah mustahik menjadi muzakki, yang mengubah si lemah menjadi kuat, sehingga siap pula membantu saudaranya yang lain., dan menyelamatkan orang-orang yang putus asa menjadi yakin akan pertolongan Allah Swt.
Akhirnya, mari kita menatap hari esok dengan semangat berubah arah yang lebih baik dan penuh optimism secara menundukkan hati kita kepada kebesaran Allah, menengadah , mengharap akan karunia dan rahmat-Nya, untuk kita, keluarga kita, kaum kita, kaum Muslimin, bangsa kita.
اَلْحَمْدُ للهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ حَمْدًا يُوَافِى نِعَمَهُ وَيُكَافِيءُ مَزِيْدَهُ يَا رَبَّنَا لَكَ الْحَمْدُ كَمَا يَنْبَغِي لِجَلاَلِ وَجْهِكَ وَعَظِيْمِ سُلْطَانِكَ.ألَّلهُمَّاغْفِرْلِلْمُسْلِمِيْنَوَالْمُسْلِمَاتِوَالْمُؤْمِنِيْنَوَالْمُؤْمِنَاتِالأحْيَاءِمِنْهُمْوَالأمْوَاتِإِنَّكَسَمِيْعٌ قَرِيْبٌمُجِيْبُالدَّعَوَاتِ.اللَّهُمَّاقْسِمْلَنَامِنْخَشْيَتِكَمَاتَحُوْلُبِهِبَيْنَنَاوَبَيْنَمَعْصِيَتِكَوَمِنْطَاعَتِكَمَا تُبَلِّغُنَابِهَاجَنَّتَكَوَمِنَالْيَقِيْنِمَاتُهَوِّنبِهِعَلَيْنَامَصَائِبالدُّنْيَاوَمَتِّعْنَا بِأَسْمَاعِنَا وَأبْصَارِنَا وَقُوَّتِنَا مَا أحْيَيْتَنَاوَاجْعَلْهُالْوَارِثَمِنَّاوَاجْعَلْ ثَأْرَنَاعَلَىمَنْظَلَمَنَاوَانْصُرْنَاعَلَىمَنْعَادَاناَوَلاَ تَجْعَلِ مُصِيْبَتَنَافِىدِيْنِنَاوَلاَتَجْعَلِالدُّنْيَاأَكْبَرَهَمِّنَاوَلاَ مَبْلَغِ عِلْمِنَا وَلاَ تُسَلِّطْعَلَيْنَامَنْلاَيَرْحَمُنَااللَّهُمَّ أَحْسِنْعَاقِبَتَنَا فِىالأمُوُرِكُلِّهَا وَأجِرْنَا مِنْخِزْيِالدُّنْيَاوَعَذَابِ الأخِرَةِرَبَّنَا آتِنَا فِى الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِى الأخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِوَالْحَمْدُ للهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ
[1] Disampaikan pada 1 Syawal 1432 H/30 Agustus 2011 di Mesjid Nurul Huda Komp. BTN Agraria, Jl. Monumen Emmy Saelan Makassar.
[2] Dosen tetap pada Fak. Tarbiyah dan Program Pasca Sarjana UIN Alauddin, Direktur Utama PT. Al-Salam Anugrah Wisata (Biro Perjalan Umrah dan Haji Khusus), Presiden Komisaris PT. Diana Valas Indo Sejahterta Makassar.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar