Aliran-Aliran Teologi Dalam Islam
Aliran Maturidiah
Sebagiamana telah dijelaskan, aliran Maturidiah muncul sebagai reaksi keras terhadap aliran Mu’tazillah. Tidak heran jika aliran ini banyak memiliki persamaan dengan aliran Asy’riah, walaupun tidak menutupi kemungkinan banyak perbedaan diantara keduannya.
Nama aliran Maturidiah ini diambil dari pendirinnya, Abu Mansur Muhammad Al-Maturidi, yang lahir di Maturid, Samarkand di pertenghan abad ke 3 H. Riwayat hidup Al-Maturidi ini tidak banyak di tulis dan dibukukan orang.
Aliran maturidiah perkirakan muncul ketika popularitas Mu’tazillah mulai menurun. Pada masanya, Al-Maturidi menyaksikan terjadinya perdebatan–perdebatan dalam masalah keagamaan, seperti yang terjadi antara mazhab fikih Hanafiah dan Syafi’iah di satu pihak, juga perdebatan antara para ahli fikih dan ahli hadis di satu pihak dengan aliran Mu’tazillah di pihak lain. Menyaksikan perdebatan–perdebatan itu menjadikan Al-Maturidi sangat tertarik untuk memperdalam masalah-masalah teologi
Al- Maturidi di kenal sebagai pengikut Abu Hanifah, yang banyak menggunakan rasio dalam pandangan keagamannya. ia memang banyak menggunakan akal dalam sistem teologinnya. Menurut para ulama Hanafiah, dalam bidang akilah, Al Maturidi mirip dengan pendapat Abu Hanifah. Tokoh lain dari maturidiah antara lain l bazdawi, Al-Taftazani, Al-Nasafi, dan Ibn Al hamman. Diantara mereka yang terkenal adalah Al-Bazdawi. Karena itu dalam aliran Maturidiah terdapat dua golongan, yaitu Maturidiah dan maturidiah Bukhara yang di pelopori Abu Yusuf Muhammad Al–Bazdawi.
Untuk mengetahui ajaran ajaran keduanyadapat di lihat dalam uraian di bawah ini.
1. Maturidiah Samarkand
Dalam masalah teologi, Maturidiah Samarkand lebih dekat denga pemikiran Mu'tazilah. Dalam masalah sifat-sifat Tuhan terdapat persamaan antara Al-Maturidi dan Al-Asy'ari.
Bagi Al-Maturidi, Tuhan mempunyai sifat-sifat. Tuhan mengetahui bukan dengan zat-Nya, tetapi dengan pengetahuan-Nya, dan berkuasa bukan dengan zat-Nya tetapi dengan qudrat-Nya.[1]
Dalam masalah perbuatan manusia, Al-Maturidi sependapat dengan Mu'tazilah bahwa manusialah yang sebenarnya mewujudkan perbuatan-perbuatannya. Dengan demikian, Maturidiah Samarkand mempunyai paham qadariah.
Kesamaan pendapat dengan Mu'tazilah terlihat dalam ajaran al-wa'd wa al-wa'id. Janji dan ancaman Tuhan tidak boleh tidak mesti terjadi kelak. Demikian pula ada kesamaan antara keduanya dalam masalah antropomorpisme.
Selanjutnya, terhadap empat masalah di atas, Maturidiah Samarkand berpendapat bahwa akal hanya dapat mengetahui Tuhan, mengetahui baik dan jahat, dan kewajiban mengetahui baik dan jahat. Hal ini dapat dilihat dalam penjelasan Al-Bazdawi yang menyatakan percaya kepada Tuhan dan berterima kasih kepada-Nya, sebelum ada wahyu, adalah wajib dalam paham Mu'tazilah ... Al-Maturidi –dalam masalah ini– sepaham dengan Mu'tazilah Demikian pula umumnya ulama Samarkand dan sebagian ulama Irak.
2. Maturidiah Bukhara
Maturidiah Bukhara didirikan oleh murid Al-Bazdawi, yaitu Najm Al-Din Al-Nasafi (460-537), yang menulis, Al-Aqaid Al-Nasafiah. Al-Bazdawi, dalam teologinya, tidak selamanya sepaham dengan gurunya, Al-Maturidi. Antara Maturidiah Samarkand dan Bukhara terdapat perbedaan yang berkisar pada persoalan kewajiban mengetahui Tuhan. Maturidiah Samarkand mewajibkan mengenal Tuhan dengan akal, sedangkan Maturidiah Bukhara tidak demikian. Menurut Maturidiah Bukhara, kewajiban mengetahui hanya dapat dicapai melalui wahyu. Demikian pula, kewajiban mengerjakan yang baik dan menjauhi perbuatan jahat, tidak dapat diketahui dengan akal, melainkan dengan wahyu.
Aliran Asy’ariah dan Maturidiah –sebagai penentang Mu’tazilah– kemudian dikenal dengan Aliran Ahlul Sunnah Wal Jama’ah, karena mereka banyak menggunakan hadits dalam berargumentasi, di samping akal, dan memiliki banyak penganut, berbeda dengan Mu’tazilah, yang menggunakan hadits yang mutawatir saja. Mu’tazilah hanya dianut sebagian kecil kaum Muslimin, terutama oleh kaum intelegensia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar