Sistem Pendidikan di Filipina
Gaya pendidikan di Filipina pada masa kolonial sangatlah kental dengan muatan politis dan kepentingan ideology Negara kapitalis. Pada awalnya peninggalan tertulis Filipina dimulai sekitar abad ke-8 berdasarkan temuan lempeng tembaga di dekat Manila. Dari tulisan pada lempeng itu diketahui bahwa Filipina berada
dalam pengaruh Sriwijaya. Namun demikian bukti tertulis ini sangat sedikit sehingga bahkan ahli-ahli sejarah Filipina masih beranggapan sejarah Filipina dimulai pada era kolonialisme. Sebelum orang-orang Spanyol datang pada abad ke-16, di Filipina berdiri kerajaan-kerajaan kecil yang bercorak animisme yang terpengaruh sedikit kultur India dan yang bercorak Islam di bagian selatan kepulauan. Kerajaan-kerajaan muslim ini mendapat pengaruh kuat dari Kerajaan Malaka. Sepanjang masa 265 tahun, Filipina merupakan koloni Kerajaan Spanyol (1565-1821) dan selama 77 tahun berikutnya diangkat menjadi provinsi Spanyol (1821-1898). Negara ini mendapat nama Filipina setelah diperintah oleh penguasa Spanyol, Raja Felipe II. Setelah Perang Spanyol-Amerika pada tahun 1898, Filipina diperintah Amerika Serikat. Ia kemudian menjadi sebuah persemakmuran di bawah Amerika Serikat sejak tahun 1935. Periode Persemakmuran dipotong Perang Dunia II saat Filipina berada di bawah pendudukan Jepang. Filipina akhirnya memperoleh kemerdekaannya (de facto) pada 4 Juli 1946. Masa-masa penjajahan asing ini sangat mempengaruhi kebudayaan dan masyarakat Filipina. Negara ini dikenal mempunyai Gereja Katolik Roma yang kuat dan merupakan salah satu dari dua negara yang didominasi umat Katolik di Asia selain Timor Leste.
Pendidikan Penduduk Asli Filipina dinilai cukup maju dalam bidang pendidikan, realitas tersebut cukup beralasan jika mengacu pada data yang diberikan oleh UNDP, bahwa Indeks Pembangunan Manusia (IPM - HDI) Filipina untuk Tahun 2007 pada peringkat ke-90. Konstitusi Filipina yang saat ini berlaku, yang ditulis pada 1987, Bab XIV, pasal 1, menyatakan : “The State shall protect and promote the right of all citizens to quality education at all levels, and shall take appropriate steps to make such education accessible to all.” Lebih jauh pasal 17 juga menjelaskan: 4
“The State shall recognize, respect, and protect the rights of indigenous cultural communities to preserve and develop their cultures, traditions, and institutions. It shall consider these rights in the formulation of national plans and policies.” Dari kedua pasal konstitusi Republik Filipina 1987 di atas, bahwa negara Filipina akan melindungi dan memajukan hak-hak warga negara bagi mutu pendidikan pada semua jenjang, dan akan mengambil langkah-langkah guna membuat pendidikan sedemikan rupa dapat ditempuh oleh semua pihak. Negara juga akan mengakui, menghormati dan melindungi hak-hak kebudayaan masyarakat asli guna mempertahankan dan mengembangkan kebudayaan, tradisi dan institusi mereka. Negara akan mempertimbangkan hak-hak (mereka) ini dalam rumusanrencana dan kebijakan nasional. Namun sayang, mandat dalam konstitusi tersebut tidak mendapat dukungan baik dari elemen legislative maupun kebijakan-kebijakan dalam program pembangunan pemerintah. Tidak sampai tahun 1990 bahwa legislatif berwewenang melindungi hak-hak penduduk asli. Sebagaimana di Indonesia, penyelenggaraan pendidikan di Filipina dibedakan atas pedidikan formal dan nonformal. Jalur pendidikan formal terdiri dari tiga level : SD (primary), pendidikan lanjutan (secondary) and pendidikan menengah (tertiary). Masing-masing dapat berbentuk negeri maupun swasta. Sejak bangsa Amerika mendirikan sistem sekolah negeri di negeri itu, tak ada suatu upaya yang dilakukan atas pendirian sekolah yang memanfaatkan pengetahuan asli (indigenous knowledge). Faktanya, disyaratkan semua sekolah sistem Amerika menggunakan bahasa dan lainnya. Semua bangsa Filipina disyaratkan hanya mempelajari Bahasa Inggris. Hanya dalam 20 tahun silam bangsa Filipina telah diperkenalkan kembali bahasa intruksi di sekolah, meskipun bahasa Inggris masih menjadi pilihan. Bahasa daerah asli tak pernah diupayakan.
Suku Mangyans Suku Mangyan adalah salah satu suku asli Filipina. Suku Mangyan menghuni Pulau Mindoro. Suku Mangyan semakin terpinggirkan karena terdesak oleh kegiatan pertambangan. Pasalnya UU Penambangan Tahun 1995,mengizinkan perusahaan asing menggai sumber daya Fillipina. Alhasil, tanah tradisional turut menjadi korban, dan suku Mangyan tergusur dan tinggal di pegunungan. Tempat Komunitas Suku Mangyan Anak-anak suku Mangyans sering dinomorduakan dalam pergaulan sekolah umum. Akhirnya banyak di antara mereka yang trauma akibat perlakuan tidak adil dari masyarakat yang berperadaban lebih maju.
Sekolah Suku bagi Mangyans, Suku Mangyan memiliki cara tersendiri untuk mempertahankan kebudayaan asli mereka. Sekolah ini tidak seperti sekolah-sekolah yang didirikan oleh pendeta-pendeta Jerman. Sekolah ini diberi nama Tugdaan, berdiri di atas tanah hibah dibuka pada 1989 dengan jumlah siswa 12 orang. Sampai saat ini (2007) telah memiliki siswa sebanyak 120 orang. Sekolah ini tidak seperti sekolah-sekolah umumnya yang didirikan pemerintah dengan dinding dari beton. Dinding dan atap ruang kelasnya terbuat dari rumbia sebagaimana rumah tradisional mereka. Sekolah ini dibangun atas dasar kebutuhan akan jenis pendidikan yang bisa menyiapkan anak-anak muda untuk berkembang sesuai budaya Mangyan. Anak muda Mangyan tak ingin sekolah yang dikelilingi beton dan dinding tertutup, seperti sekolah yang dibuat pendeta dari Jerman. Prasarana untuk menunjang kegiatan pembelajaran terdiri dari:
Pertama, taman yang besar dan rindang, dirancang secara alami. Kedua, pondok-pondok tradisional sebagai ruang kelas. Ketiga, aula besar yang dibangun dengan gaya arsitektur Mangyan Alangan, dengan langit biru sebagai atap. Keempat. kebun herbal organic. Kelima, lapangan basket kenam, perpustakaan Ketujuh. sistem daur ulang sampah 8. pusat pembuatan kerajinan dan peternakan (ayam dan babi) Tempat ini selain menjadi tempat pelatihan untuk para siswa, juga digunakan komunitas untuk menghasilkan uang. Selain mempelajari kebudayaan mereka, anak-anak juga belajar menulis dan membaca. Mereka diajarkan tentang hak tanah yang dilindungi undang-undang.
Kurikulum tidak mengikuti kurikulum nasional melainkan dirancang sesuai dengan kebutuhan orang Mangyan, yaitu sesuai dengan adat istiadat, budaya dan lingkungan lokal.Sekolah ini dijalankan dengan manajemen berbasis sekolah. Masyarakat dan komunitas lokal diberdayakan secara optimal. Mereka turut membantu dengan memberikan iuran sebagian kecilpenghasilan untuk kelangsungan/operasional sekolah. Inilah yang menjadi daya tarik pemerintah, sehinggaDepartemen Pendidikan Filipinan menganugerahkan penghargaan sebagai penyelenggara Program Buta Huruf terbaik di negeri itu. 2) Kemiskinan, keterbatasan dan upaya penghapusan kemiskinan Dengan sejarah pertumbuhan dan penurunan dari sektor industri tertentu, beberapa kelompok atau kelompok rumah tangga mengalami pemindahan dan pengasingan atau tak dapat mendapatkan pekerjaan. Lebih dari pengalaman itu juga muncul kelompok yang dapat diidentifikasi sebagai orang yang paling miskin. Pertama, komunitas asli di dataran tinggi yang dipaksa masuk ke padalaman oleh pengusaha hutan, pertambangan, dan migran dari dataran rendah, bekas pekerja perusahaan konsesi penebangan yang tinggal di dataran tinggi sebagai produsen subsistence. Kedua, nelayan tingkat kabupaten yang CPUE-nya menurun atau dipindahkan paksa oleh pengusaha perikanan dari daerah tangkapan tradisionalnya dan tak dapat menemukan atau pindah ke daerah tangkapan yang lebih baik. Ketiga, petani dan pekerja bukan-petani yang dipindahkan dari sektor atau industri yang menurun secara ekonomi (seperti gula, kayu) yang berpindah ke dataran tinggi atau daerah pantai. Keempat, rumah tangga petani di daerah atau region yang pertaniannya tertinggal dan seringkali terkena kekeringan atau bencana alam atau perubahan
cuaca.
Dihadapkan dengan masalah kemiskinan, pemerintah pusat menetapkan agenda pengentasan kemiskinan dan mengimplementasikan melalui Kerjasama Kesepakatan Pengentasan Kemiskinan (KKPK) dengan Bank Pembangunan Asia. Bagaimana pun juga, beberapa tujuan tahun 2002 tidak tercapai. Kinerja ini tak begitu baik terjadi pada: defisit anggaran pemerintah nasional; pengeluaran pemerintah pusat dalam jasa sosial; distribusi tanah berdasarkan (Comprehensive Agrarian Reform Program); tingkat keikutsertaan pendidikan menengah pertama; pengumpulan dari Biro Penghasilan Intern (BIR); upaya pajak BIR dan penghasilan pajak.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar