Ajaran Islam memperkenalkan manusia dengan menjelaskan fungsinya di dunia ini. Manusia diciptakan di dunia ini adalah:
(1) Untuk menyembah kepada-Nya berdasarkan Firman Allah Q.S. Adz Dzaariyaat: 56
Terjemahnya: “dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku.” . 4
Menyembah Allah SWT. Berarti memusatkan penyembahan kepada semata-mata, tidak ada yang disembah dan mengabdikan diri kecuali kepada-Nya saja.
(2) Khalifah Allah di bumi. Manusia adalah makhluk yang bertugas mengurus bumi dengan seluruh isinya dan berkewajiban memakmurkannya sebagai amanah dari Allah SWT. Berdasarkan firman Allah SWT pada Q.S. Al an’am 165:
Terjemahnya: “dan Dia lah yang menjadikan kamu penguasa-penguasa di bumi dan Dia meninggikan sebahagian kamu atas sebahagian (yang lain) beberapa derajat, untuk mengujimu tentang apa yang diberikan-Nya kepadamu. Sesungguhnya Tuhanmu Amat cepat siksaan-Nya dan Sesungguhnya Dia Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” 5
Manusia adalah makhluk Tuhan yang tertinggi. Untuk mengokohkan ketingian martabat manusia dalam rangka memenuhi fungsinya sebagai khalifah Allah di bumi, ajaran Islam menegaskan perlunya kesatuan ilmu dan agama.
Urgensi dan hal terebut sangat korelatif dengan eksistensi manusia sebagai khalifah fi al ardi. Dalam mengemban fungsi kekhalifahannya, manusia mudah membutuhkan ilmu, kesucian dan etika serta keterampilan karena hal inilah sehinga materi pendidikan yang disampaikan oleh Tuhan melalui syariat-Nya hamper selalu mengarah kepada jiwa, akal dan raga manusia. 6 Sekelumit dari materi itu adalah:
a. Pendidikan akal untuk berpikir
Sejak ayat pertama turun ﺇﻗﺮﺃ sudah menindikasikan nuansa berpikir, berbagai kandungan syariat seperti perbandingan antara orang yang berilmu dengan yang tidak berilmu, sampai pada kalimat – kalimat seperti
ﺃﻓﻼﺗﺗﻓﻛﺮﻭﻦ - ﺃﻓﻼﺗﻌﻗﻟﻭﻦ dan lain-lain. Hal ini berarti bahwa”syariat adalah asas berpikir tentang alam, kehidupan dan manusia.
b. Pendidikan untuk kesucian jiwa
Al Nafs mengandung banyak arti, antara lain benda halus sebagai hakekat dari manusia yang diberi sifat menurut tingkat dan keadaannya. Bila terkendali, ia dinamakan nafs al muthmainnah, dan jika ketenanggannya belum sempurna disebut al nafs lawwamah, dan bila tidak mampu menentang, disebut nafs al ammarah. 7
Pembagian jiwa disebut mengindikasikan perlunya proses pendidikan dari jiwa jahat ke jiwa mencela dan seterusnya ke jiwa yang tenang, melalui riyadah nafsiyyah, sarananya ialah ibadah yang sangat terkait dengan iman.
Akhirnya dalam hubungan manusia dengan agama, maka agama menjadi sumber paling luhur bagi manusia, sebab yang digarap oleh agama adalah hal yang mendasar buat kehidupan manusia yaitu: akhlak kemudian dihidupkannya dengan kekuatan ruh, tauhid dan ibadah kepada Tuhan, sebagai kewajiban dan tujuan hidup dari perputaran sejarah manusia di dunia. 8
4 Departemen Agama RI, Op.Cit., h. 524.
5 Ibid. h. 104.
6 M. Quraish Syihab, Op.Cit., h. 216.
7 Lihat Gazali, Ihya Ulumuddin lal Muhlikat, diterjemahkan oleh Fuad Said dengan judul “Keanehan Hati Manusia”, ( Cet. I; Medan: Rimbawi, t. th), h. 8-10.
8 Nasruddin Razak. Dienul Islam, (Cet. 11; Bandung: Alma’arif, 1993), h. 35.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar