Jumat, 10 Februari 2012

FRITJHOF SCHUON


Alam bersifat sinambung, pikiran yang baru dikatakan baru untuk membedakannya dengan yang lama, dan justru karena alam pikiran yang baru terikat kepada alam pikiran yang baru
terikat kepada alam pikiran yang lama. Sejarah yang menyangkut manusia, yang terkait dalam hal ini ialah masalah-masalah yang terdapat pada segala jaman. Tetapi sejarah yang menyangkut manusia yang berkedudukan tertentu dalam sejarah, maka yang terkait bukanlah manusia keseluruhannya, melainkan manusia Eropa, demikian juga menyangkut cara tertentu dalam mengajukan masalah, yang merupakan salah satu kemungkinan belaka diantara cara-cara yang lain. Orang dapat berkesan akan keragaman masalah yang diajukan, tetapi dapat juga terkesan akan kesamaan hakiki yang terdapat dalam masalah yang diajukan.[1]
Ketika kita mencari yang esensial dalam hal-hal yang sederhana, maka kita mesti mencarinya di dalam hal-hal yang kompleks, dan sebaliknya. Seperti Eckart, Jika engkau ingin mendapatkan isinya, maka engkau harus membuka kulitnya.[2]
Begitupun juga bagi yang ingin mengenal pemikiran Frithjof Schoun (1907-1998), sangat bisa jika menggunakan lensa oposisi biner. Yaitu menggunakan kaca mata benar dan salah, ya dan tidak. Memang, seorang pencari dan pemuja Tuhan sejati seringkali harus menerima stereotif “gila”, atau ngawur. Sebab pemikrannya seringkali menyempal (crank) demi kaidah umum. Bahkan, tidak jarang pemikiran dan tokoh yang dimaksud dijustifikasi sebagai penganut aliran sesat, kafir, dan tidak tercerahkan. Salah satu ilmuan yang kerap dikritik oleh para pemikir agama adalah Frithjof Schuon,  merupakan tokoh penerus pemikiran Guenon (M 1951). Dengan berdasarkan pengalaman spritualnya, dalam gerakan teosofi dan freemason mendorongnya untuk meyimpulkan bahwa semua agama memiliki kebenaran dan bersatu pada level kebenaran. Schuon, memeluk Islam dan dikenal sebagai Isa Nuruddin Ahmad al Shadhili al Darquwi al-Alawi al-Maryami.
Bangkitnya kembali dunia metafisika di barat, semakin jelas, bahwa ada upaya yang signifikan untuk bisa menghidupkan kembali philosophia perennis. Dimana peran yang dilakoni oleh Guenon dalam menghidupkan metafisika dan filsafat perennial, tergambar dari bangkitnya beberapa ilmuan dan metafisikawan terkenal seperti halnya Frithjof Schuon. Menyebut namanya selalu dikaitkan dengan gagasannya yang tertuang dalam bukunya “the transcendent unity of Religious”. Sebuah buku yang dijadikan rujukan layaknya kitab suci para penganut pluralisme agama.
Berdasaran uraian tersebut di atas, penulis akan menguraikan sekilas tentang pemikiran dan kehidupan Frithjof Schoun.


[1] Bernard Delfgaauw, De Wijsbegeerte Van De Zoe Eeuw, terj. Soejono Soemargono dengan judul Filsafat Abad 20  (Cet. I;Yogyakarta: TiaraWacaaYogya,1988), h.3.
[2]Michael Polack, Sufsm: Veil dan Quintessence, ter. Triwibowo Budhi Santoso, Tasawuf: Profesi Ritual Menyangkut Tabir Mencari Yang Inti/Frithjof Schuon, Ed I (Cet. 2; Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2002), h. 28-29.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

PENULIS BUKU KEKERASAN ATAS NAMA AGAMA

H. HAMZAH HARUN AL-RASYID. Lahir 30 juli 1962. Alumni Universiti Kebangsaan Malaysia (UKM) ini memperoleh gelar: • Sarjana Muda (BA) 1987,...