Rabu, 08 Februari 2012

PENGEMBANGAN FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM ARGUMENTASI DAN METODENYA

Tujuan Pendidikan dalam Islam

First World Conference on Muslim Education yang diadakan di Makkah pada tahun 1977 merumuskan sebagai berikut : “Tujuan daripada pendidikan (Islam) adalah menciptakan
‘manusia yang baik dan bertakwa ‘yang menyembah Allah dalam arti yang sebenarnya, yang membangun struktur pribadinya sesuai dengan syariah Islam serta melaksanakan segenap aktifitas kesehariannya sebagai wujud ketundukannya pada Tuhan.”

Oleh karena itu, jelaslah bahwa yang dimaksud dengan pendidikan Islam di sini bukanlah dalam arti pendidikan ilmu-ilmu agama Islam yang pada gilirannya mengarah pada lembaga-lembaga pendidikan Islam semacam madrasah, pesantren atau UIN (dulu IAIN). Akan tetapi yang dimaksud dengan pendidikan Islam di sini adalah menanamkan nilai-nilai fundamental Islam kepada setiap Muslim terlepas dari disiplin ilmu apapun yang akan dikaji. Sehingga diharapkan akan bermunculan “anak-anak muda enerjik yang berotak Jerman dan berhati Makkah” seperti yang sering dikatakan oleh mantan Presiden B.J. Habibie. Kata-kata senada dan lebih komprehensif diungkapkan oleh Al-Faruqi (1987) pendiri International Institute of Islamic Thought, Amerika Serikat, dalam upayanya mengislamkan ilmu pengetahuan. Di sini perlu ditekankan bahwa konsep pendidikan dalam Islam adalah ‘long life education’ atau dalam bahasa Hadits Nabi “sejak dari pangkuan ibu sampai ke liang lahat” (from the cradle to the grave). Itu berarti pada tahaptahap awal, khususnya sebelum memasuki bangku sekolah, perang orang tua terutama ibu amatlah krusial dan menentukan mengingat pada usia balita inilah pendidik, dalam hal ini orang tua, memegang peran penting di dalam menanamkan nilai-nilai keislaman kepada anak. Sayangnya orang tua bukanlah satu-satunya pendidik di rumah, ada pendidik lain yang kadang-kadang peranannya justru lebih dominan dari orang tua yang di Barat disebut dengan idiot box atau televisi. Dampak lebih jauh televisi terhadap perkembangan anak balita seperti yang dikatakan Hiesberger (1981) bias mengarah pada “a dominant voice in our lives dan a major agent of socialization in the lives of our children” (menjadi suara dominan dalam kehidupan kita dan agen utama proses sosialisasi dalam kehidupan anak-anak kita).
Tentu saja peran orang tua tidak berhenti sampai di sini, keterlibatan orang tua juga diperlukan pada fase-fase berikutnya ketika anak mulai memasuki usia sekolah, baik SD, SMP, maupun SMU. Menjelang masa pubertas yakni pada usia antara dua belas sampai delapan belas tahun anak menjalani episode yang sangat kritis di mana sukses atau gagalnya karir masa depan anak sangat tergantung pada periode ini. Robert Havinghurst, pakar psikolog Amerika, menyebutkan periode ini sebagai “developmental task” atau proses perkembangn anak menuju usia dewasa.
Merujuk kepada pendapat beberapa ahli dapat ditarik benang merahnya bahwa maksud dan tujuan pendidikan Islam sebagai berikut:
1.   Memberikan nilai-nilai Al-Qur’an sebagai langkah pertama pendidikan.
2.   Menanamkan pengertian-pengertian berdasarkan pada ajaran-ajaran fundamental Islam yang terwujud dalam Al-Qur’an dan Sunnah dan bahwa ajaran-ajaran ini bersifat abadi.
3.   Memberikan pengertian-pengertian dalam bentuk pengetahuan dan skill dengan pemahaman yang jelas bahwa hal-hal tersebut dapat berubah sesuai dengan perubahan-perubahan dalam masyarakat.
4.   Menanamkan pemahaman bahwa ilmu pengetahuan tanpa basis Iman dan Islam adalah pendidikan yang tidak utuh dan pincang.
5.   Menciptakan generasi muda yang memiliki kekuatan baik dalam keimanan maupun dalam ilmu pengetahuan.
6.   Mengembangkan manusia Islami yang berkualitas tinggi yang diakui secara universal.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

PENULIS BUKU KEKERASAN ATAS NAMA AGAMA

H. HAMZAH HARUN AL-RASYID. Lahir 30 juli 1962. Alumni Universiti Kebangsaan Malaysia (UKM) ini memperoleh gelar: • Sarjana Muda (BA) 1987,...