Untuk mengenang, merefleksikan dan menyebarluaskan gagasan Schoun, sangat bijak apabila kita menelusuri kembali jejak langkah pemikiran dan kehidupannya. Schuon lahir di Basel, Swiss pada 18 Juni 1907. Ayahnya keturunan Jerman. Sedangkan
ibunya berasal dari ras Alsatia, salah satu suku di Perancis. Hingga usia 13 tahun, Schuon tinggal dan sekolah di Basel. Setelah Ayahnya meninggal, karena alasan ekonomi, sang ibu membawa Schuon dan saudaranya kembali ke rumah keluarganya di Mulhouse, Perancis. Selanjutnya, ia menjadi penduduk dan warga Negara Perancis.[1]Pindahnya Schuon ke Mulhouse, menyebabkannya sejak dini sudah menguasai dua bahasa, yaitu bahasa Jerman dan Perancis. Pada usia 16 tahun, Schuon meninggalkan bangku sekolah untuk bekerja sebagai desainer tekstil. Sebagai remaja, ia sangat suka menggambar dan melukis, meskipun tidak pernah mendapat pendidikan formal di bidang seni. Di Mulhouse pula, berbagai karya klasik dari Timur seperti Upanishad, Bhagavad-Gita dan Seribu Satu Malam sudah menarik perhatiannya. Selain itu, ia juga mendalami gagasan Plato dan Rene Guenon. Dua orang ilmuan yang ikut memberi dampak yang sangat mendalam dalam pemikiran Schuon nantinya.
Setelah menjalani wajib militer di Perancis selama satu tahun setengah, Schuon pergi ke Paris. Di sana, ia mulai belajar bahasa Arab di masjid. Kemudian pada tahun 1932, untuk pertama kalinya ia berkunjung ke Aljazair. Ia berkunjung ke Aljazair karena mendapat rekomendasi seorang Darwis (sufi) di Perancis. ”Jika kau ingin belajar sufisme, datanglah ke Aljazair,” begitu kira-kira saran dan rekomendasi sang Darwis. Kunjungan tersebut membawa kesan yang mendalam kepada dirinya. Ia mulai tertarik dengan sufisme. Ia menjadi murid seorang tokoh sufi di sana yaitu Syaikh Akhmad al ‘Alawi (1869-1934). Syaikh Akhmad adalah seorang wali qutub sufi abad ke-20. Tiga tahun kemudian, Schuon berkunjung lagi untuk kedua kalinya ke Afrika Utara, Aljazair dan Moroko. Kemudian pada tahun 1938, dalam perjalanannya ke India, ia singgah di Kairo. Di sana, Schuon akhirnya bertemu dengan Guenon, setelah sebelumnya berkorespondensi selama kurang lebih 20 tahun.[2]
Pada tahun 1939, ketika baru tiba di India, perang Dunia Kedua meletus. Hal ini menyebabkannya harus kembali ke Perancis untuk ikut perang. Setelah beberapa bulan, tentara Jerman menangkap dan memenjarakannya. Ketika ia mengetahui rencana tentara Jerman untuk merekrutnya sebagai tentara Jerman, karena ras ibunya adalah Alsatia, ia mencari suaka politik di Swiss. Schuon mendapat status warga Negara Swiss dan menetap di sana selama 40 tahun.
Pada usia 42 tahun (1949), Schuon melangsungkan perkawinannya di Lausanne, Jerman. Istrinya seorang pelukis keturunan Swiss-Jerman. Di Lausanne, Schuon banyak menulis berbagai karyanya. Pada tahun 1959, Schuon dan istrinya berkunjung ke Amerika Barat atas undangan teman-temannya dari suku Indian Sioux dan Crow. Di sana, ia mendalami agama dan ritual (kepercayaan) suku Indian. Pengetahuan awal tentang suku Indian, berawal dari kekaguman neneknya tentang kearifan lokal (local wisdom) suku Indian. Sejak kecil, Schuon sering diceritakan kehidupan spiritual, kesederhanaan, dan kebijaksanan suku Indian. Cerita neneknya tersebut merasuk ke dalam bawah sadar Schuon, hingga pada akhirnya, ia membangun relasi dengan tokoh-tokoh Indian Sioux dan Crow. Dengan ditemani dua suku Indian tersebut, Schuon beserta istrinya mengunjungi berbagai suku Indian yang lain sekaligus tempat dan tradisi “suci” mereka. Bukan hanya itu, Schuon dan istrinya juga diangkat menjadi keluarga James Red Cloud dari suku Sioux pada tahun 1959. Beberapa tahun kemudian, Schuon dan istrinya diangkat menjadi keluarga suku Crow. Schuon melukis dan merefleksikan pengamatannya terhadap suku-suku Indian tersebut di dalam bukunya berjudul The Feather Sun: Plains Indians in Art and Philosophy (1990).[3]
Pada tahun 1980, Schuon dan istrinya beremigrasi ke Amerika Serikat. Ia menetap di Indiana dan tetap aktif menulis sampai akhir hayatnya. Schuon meninggal di Bloomington pada tahun 1998. Dalam tulis menulis, Frithjof Schuon dikenal juga sebagai Isa Nuruddin Ahmad al-Shadhili al-Darquwi al-Alawi al-Maryami.
Adapun karya-karya Frithjof Schuon sebagai berikut:
Walaupun Schuon tidak bersekolah secara formal, ia tergolong penulis yang produktif. Di antara buku-bukunya yang terkenal antara lain; Adastra & Stella Maris: Poems by Frithjof Schuon (2004), Art from the Sacred to the Profane: East and West, (2007), Autumn Leaves & The Ring: Poems by Frithjof Schuon, Christianity/Islam: Perspectives on Esoteric Ecumenism, (1985), Echoes of Perennial Wisdom, (1992), The Essential Frithjof Schuon, (2005), The Eye of the Heart: Metaphysics, Cosmology, Spiritual Life (1997), The Feathered Sun: Plains Indians in Art and Philosophy (1990),
Form and Substance in the Religions (2002), From the Divine to the Human (1982), The Fullness of God: Frithjof Schuon on Christianity (2004), The Garland (1982), Gnosis: Divine Wisdom (2006), Images of Primordial and Mystic Beauty: Paintings by Frithjof Schuon (1992), In the Face of the Absolute (1989), Language of the Self (1999), Light on the Ancient Worlds (2006), Logic and Transcendence (2009), The Play of Masks (1992), Prayer Fashions Man: Frithjof Schuon on the Spiritual Life, edited by James S. Cutsinger (2005), Road to the Heart: Poems (1995), Roots of the Human Condition (1991), Songs for a Spiritual Traveler: Selected Poems (2002), Songs without Names, Volumes I-VI: Poems (2007), Songs without Names, Volumes VII-XII: Poems (2007), Spiritual Perspectives and Human Facts (2007), Stations of Wisdom (1995), Sufism: Veil and Quintessence (2007), Survey of Metaphysics and Esoterism (1986), To Have a Center (1990), The Transfiguration of Man (1995), Treasures of Buddhism (1993), Understanding Islam (1994), World Wheel, Volumes I-III: Poems (2007), World Wheel, Volumes IV-VII: Poems (2007).[4]
[1] http://seedhieqz.wordpress.com/tag/frithjof-schuon/. Diakses tanggal 3 April 2011
[2]Ibid
[3]Ibid
[4]Ibid
Tidak ada komentar:
Posting Komentar