Dasar yuridis formal
Berdasarkan pada Undang-undang RI Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Bab I Pasal 1, dinyatakan bahwa yang dimaksud dengan Pendidikan Nasional adalah pendidikan yang berdasarkan Pancasila dan Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945 yang berakar pada nilai-nilai agama, kebudayaan nasional Indonesia, dan tanggap terhadap tuntutan perubahan zaman.(Penerbit Asa Mandiri, 2007: 50)
Relevansi dari kebijakan pemerintah terhadap pendidikan Islam dapat dilihat dari dikeluarkannya Tap MPRS No. 2 tahun 1960 ditegaskan bahwa madrasah adalah lembaga pendidikan otonom dibawah pengawasan Menteri Agama. Selain itu dalam Tap MPRS No. 27 Tahun 1966 dinyatakan bahwa agama merupakan salah satu unsur mutlak dalam pencapaian tujuan nasional. Berdasarkan ketentuan ini, maka Departemen Agama menyelenggarakan pendidikan madrasah tidak saja bersifat keagamaan dan umum, tetapi juga bersifat kejuruan (Nawawi, 1983).[1]
Kemudian dikeluarkan Inpres No. 15 tahun 1974, penyelenggaraan pendidikan umum dan kejuruan menjadi sepenuhnya berada dibawah tanggungjawab Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Secara implisit ketentuan ini mengharuskan diserahkannya penyelenggaraan pendidikan madrasah yang sudah menggunakan kurikulum nasional kepada Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Hal ini menimbulkan reaksi dikalangan umat Islam terhadap kebijakan pemerintahan tersebut yang dianggap merugikan bagi kelangsungan pendidikan Islam, kemudian reaksi umat Islam ini mendapat perhatian oleh Musyawarah Kerja Majelis Pertimbangan Pendidikan dan Pengajaran Agama. Lembaga ini memandang bahwa madrasah merupakan suatu lembaga pendidikan Islam, oleh sebab itu yang tepat untuk menyelenggarakannya adalah Departemen Agama sebab Menteri Agama yang lebih tahu tentang kebutuhan pendidikan agama bukan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Wirosyukarto, 1996: 88).
Dengan memperhatikan aspirasi umat Islam diatas, maka dengan ini pemerintah mengeluarkan Surat Keputusan Bersama Tiga Menteri mengenai peningkatan mutu pendidikan pada madrasah. Ketiga menteri itu adalah menteri pendidikan, menteri dalam negeri, dan menteri agama. Tujuan lahirnya SKB Tiga Menteri adalah untuk mengatasi kekhawatiran umat Islam akan dihapuskannya sistem pendidikan madrasah. SKB Tiga Menteri ini dikeluarkan pada sidang Kabinet pada tanggal 26 Nopember 1974.
Lahirnya UU No.2 tahun 1989 merupakan wadah formal terintegrasinya sistem pendidikan Islam dalam sistem pendidikan nasional meskipun secara eksplisit tidak mengatur secara khusus tentang pendidikan Islam tetapi dalam prakteknya memberikan ketentuan-ketentuan baru mengenai jenis dan kurikulum pendidikan Islam, khususnya pendidikan madrasah.
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa posisi Pendidikan Islam dalam sistem Pendidikan Nasional tahun 1989 tercermin dalam beberapa aspek[2], yaitu:
a. Sistem pendidikan nasional menjadikan pendidikan agama sebagai salah satu muatan wajib dalam semua jalur dan jenis pendidikan.
b. Dalam sistem pendidikan nasional, madrasah dimasukkan ke dalam kategori pendidikan jalur sekolah. Kebijakan ini dapat dikatakan bahwa madrasah pada hakekatnya adalah sekolah.
c. Meskipun madrasah diberi status pendidikan jalur sekolah tetapi sesuai dengan jenis keagamaan dan sistem pendidikan nasional. Maka madrasah memiliki jurusan khusus yaitu ilmu-ilmu agama dan ilmu umum (Maksum, 1999).
Jadi, kesimpulannya adalah integritas madrasah ke dalam Sistem Pendidikan Nasional bukan merupakan integritas dalam artian penyelenggaraan dan pengelolaan, tetapi lebih pada pengakuan yang lebih mantap bahwa madrasah adalah bagian dari Sistem Pendidikan Nasional walaupun pengelolaannya diserahkan kepada Departemen Agama.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar